Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah menerapkan tarif pajak penghasilan atau PPh yang berbeda-beda dalam program pengungkapan sukarela atau PPS. Wajib pajak bisa memperoleh tarif pajak terendah, yakni 6 persen jika memenuhi sejumlah ketentuan.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan bahwa PPS, sebagai bagian dari ketentuan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), memberikan kesempatan bagi wajib pajak untuk melaporkan hartanya yang belum masuk dalam surat pemberitahuan (SPT) Tahunan.
Terdapat dua kebijakan dalam PPS dengan tarif PPh yang berbeda-beda bagi setiap kondisi. Tarif yang relatif lebih rendah berada di Kebijakan I.
Kebijakan I merupakan PPS bagi wajib pajak orang pribadi dan badan yang sebelumnya merupkan peserta tax amnesty jilid pertama. Adapun, Kebijakan II adalah bagi wajib pajak orang pribadi yang belum melaporkan harta perolehan pada 2016—2020 dalam SPT 2020.
Terdapat tiga jenis tarif PPh bagi peserta Kebijakan I, yakni 11 persen untuk harta di luar negeri yang tidak direpatriasi. Lalu, 8 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta dalam negeri yang diungkapkan.
Tarif terendah dalam PPS adalah 6 persen, yakni di Kebijakan I untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri, dengan syarat diinvestasikan ke surat berharga negara (SBN), hilirisasi sumber daya alam (SDA), atau energi baru terbarukan (EBT).
Baca Juga
Menurut Suahasil, berlakunya tarif terendah berkaitan dengan manfaat dana PPS tersebut bagi negara. Bukan hanya menambah pendapatan dan masuknya aset ke dalam negeri, tetapi dana PPS itu dapat mendukung berbagai kebutuhan negara, terutama dalam kondisi pemulihan ekonomi.
“Kalau ditaruh di dalam SBN maka ketika pemerintah membutuhkan biaya yang sangat besar untuk pembangunan, kita memanfaatkan uang atau resources dari SBN, pemerintah tidak perlu ‘pergi ke pasar’, tidak harus melelang [SBN] di pasar, tetapi mendapatkan manfaat dari harta yang belum dilaporkan,” ujar Suahasil pada Kamis (20/1/2022).
Adapun, dalam Kebijakan II, terdapat tarif PPh 11 persen untuk harta di luar negeri yang tidak direpatriasi, serta 14 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta dalam negeri yang diungkapkan.
Terdapat tarif PPh 12 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri, dengan syarat diinvestasikan ke SBN, hilirisasi SDA, atau EBT. Menurut Suahasil, wajar apabila tarif PPh Kebijakan II lebih besar.
“Kok [Kebijakan II] lebih tinggi? Karena 2016—2020 itu sudah seharusnya taat [melalui tax amnesty]. Kalau masih ada [yang belum dilaporkan] ya lebih tinggi lah sedikit dari 2016,” ujarnya.