Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) memproyeksikan volume produksi industri tekstil hulu akan tumbuh menjadi 1,9 juta ton pada tahun ini.
Sekjen APSyFI Redma Gita Wirawasta mengatakan angka tersebut tumbuh dari volume produksi sebelum pandemi pada 2019 sebesar 1,82 juta ton, dengan rincian 630.000 ton serat polyester, 600.000 ton rayon, dan 590.000 ton benang filament.
"[Volume produksi] Akan bisa balik lagi ke 2019, bahkan akan sedikit lebih tinggi, minimal 5 persen dari sebelum pandemi," kara Redma kepada Bisnis, Selasa (11/1/2022).
Redma mengatakan pertumbuhan volume produksi pada tahun ini dipengaruhi pasar domestik yang sudah mulai bergeliat dengan mobilitas yang lebih longgar dibandingkan dengan tahun lalu. Kinerja industri pada 2021 juga diperkirakan tumbuh sekitar 1 persen setelah terkontraksi tiga kuartal berturut-turut.
"Kalau lihat kuartal III kan masih negatif, tetapi negatifnya turun. Di kuartal IV lihat kinerja kami di produksi di hulu kelihatan ada perbaikan yang sangat signifikan, jadi kalau proyeksi 2021 sekitar 1 persen," jelasnya.
Menurut Redma, proyeksi pertumbuhan pada tahun ini juga dipengaruhi aliran impor yang tertahan sebagai dampak pengenaan dua bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) yakni untuk produk kain dan garmen.
"Sekarang demand-nya sudah mulai bagus, plus impornya ketahan jadi kami bisa take over market impor," ujarnya.
Sebelumnya Direktur Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kementerian Perindustrian ELis Masitoh memproyeksikan pertumbuhan industri tekstil akan mencapai 5 persen pada 2022 dan 1,37 persen pada 2021. Kepastian operasional industri selama masa pandemi dinilai menumbuhkan kepercayaan diantara pelanggan sehingga pesanan ekspor negeri terus berdatangan.