Bisnis.com, JAKARTA — Uni Eropa memastikan produk sawit asal Indonesia, khususnya minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) dan biodiesel tidak dikenakan larangan atau kebijakan non tarif.
Hal tersebut disampaikan oleh Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Vincent Piket untuk menampik adanya isu diskriminasi terhadap produk sawit asal Indonesia lewat Kebijakan Renewable Energy Directive (RED) II dan Delegated Regulation. Dua kebijakan itu bertujuan mengurangi aktivitas deforestasi dan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan industri.
“Kami pasar yang besar untuk CPO Indonesia, tidak ada larangan atau kebijakan non tarif barrier untuk impor CPO dan biodiesel,” kata Vincent kepada Bisnis.com, dikutip Senin (10/1/2022).
Menurutnya, terdapat sejumlah kuota tertentu yang tetap dikenakan tarif sebesar 10 persen. Namun, dipastikan bahwa mayoritas komoditas CPO yang diimpor dari Indonesia tidak dikenakan tarif masuk ke pasar Uni Eropa.
Nilai dan volume impor CPO Uni Eropa dari Indonesia, lanjutnya, relatif terbesar mengikuti tren konsumsi dari China dan India. Menurut dia, kapasitas impor CPO Uni Eropa dari Indonesia jauh lebih tinggi dari torehan negara blok European Free Trade Association (EFTA).
“Impor Uni Eropa untuk CPO Indonesia sekitar 3,4 juta ton sementara negara EFTA hanya 2.500 ton. Kami adalah konsumen besar untuk CPO Indonesia,” kata dia.
Sementara itu, dia meyakinkan, Uni Eropa masih akan tetap membutuhkan CPO asal Indonesia untuk keperluan industri blok dagang itu terkait dengan barang konsumsi, kosmetik, makanan, biodiesel hingga bahan baku biofuel.
Sebelumnya, Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga menegaskan empat negara European Free Trade Association (EFTA) yang meliputi Islandia, Liechtenstein, Norwegia dan Swiss menerima komoditas kelapa sawit Indonesia yang saat ini tengah mengalami diskriminasi dari Uni Eropa.
“Di EFTA itu salah satunya ada Swiss, kita memberikan pesan yang jelas kepada publik Eropa di mana salah satu produk kita kelapa sawit didiskriminasikan oleh Uni Eropa, kebetulan saya ketua delegasi yang menuntut Uni Eropa di WTO,” kata Jerry saat sosialisasi hasil perundingan perdagangan IK-CEPA yang disiarkan secara daring, Selasa (7/12/2021).
Jerry mengatakan negara kelompok EFTA itu terkenal kritis ihwal isu lingkungan dan pembangunan berkelanjutan. Dengan demikian, kata dia, Uni Eropa mesti mesti meninjau ulang kebijakan diskriminatif yang diterapkan pada komoditas CPO asal Indonesia.
“Uni Eropa harus melihat itu, di mana EFTA negara yang critical salah satunya Swiss menerima kita justru dan menyambut baik kerja sama melalui Comprehensive Economic Partnership Agreement [CEPA]. Ini bukan soal komersial bisnis regional saja tetapi juga politik soal signifikansi Indonesia di mata dunia,” tuturnya.