Bisnis.com, JAKARTA — Implementasi perjanjian Kesepakatan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Kawasan atau Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) diharapkan bisa makin mendorong ekspor sejumlah kelompok produk yang selama ini tidak menerima pembebasan tarif ke kawasan Asia Timur, meski komitmen penghapusan tarif RCEP lebih rendah daripada perjanjian kerja sama yang terjalin sebelumnya antara Asean dan mitra (Asean+1).
Komitmen eliminasi tarif dalam RCEP mencakup 92 persen pos tarif seluruh peserta perjanjian. Penghapusan tarif akan berlangsung bertahap dengan persentase penghapusan tarif sebesar 65 persen pada tahun pertama implementasi.
Besaran komitmen akan bertambah menjadi 80 persen pada tahun ke-10 implementasi, 87 persen pada tahun ke-15, dan 92 persen pada tahun ke-20.
Tingkat komitmen liberalisasi Indonesia pada tahap awal cenderung lebih rendah daripada Asean-China FTA yang mencapai 92 persen atau Asean-Australia-New Zealand FTA yang mencapai 93 persen. Namun, terdapat tambahan penghapusan pada sejumlah pos tarif yang bisa dimanfaatkan Indonesia untuk peningkatan akses pasar.
Sebagai contoh, jumlah pengapusan tarif yang akan dihapus antara Indonesia dan China mencapai 33 pos tarif yang mencakup produk perkebunan, pertanian, otomotif, elektronik, kimia, makanan, minuman, dan mesin.
Peningkatan akses pasar juga akan dirasakan 59 pos tarif pada produk perikanan, perkebunan, kehutanan, makanan, minuman, dan kimia dengan Korea Selatan. Adapun untuk Jepang, jumlahnya mencapai 37 pos tarif dalam kelompok produk perikanan, perkebunan, kimia, makanan, dan minuman.
Baca Juga
Koordinator Wakil Ketua Umum III Kadin Indonesia Bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri Shinta W. Kamdani mengatakan komitmen eliminasi tarif RCEP memang lebih rendah daripada Asean+1 FTA. Tambahan pembebasan tarif pada RCEP dia sebut terbatas dan hanya mencakup segelintir produk yang sebelumnya cenderung dilindungi di negara tujuan.
"Umumnya pembebasan tarif memang pada produk-produk yang dianggap dapat mengganggu daya saing produk serupa yang juga diproduksi di negara tujuan ekspor," kata Shinta, Jumat (7/1/2022).
Peluan Ekspor
Dengan dibukanya akses pada produk-produk tersebut, Shinta mengatakan terdapat peluang kinerja ekspor pada produk yang sebelumnya dibatasi bisa meningkat, terutama pada produk pertanian dan perikanan yang memiliki pasar cukup besar di negara-negara Asia Timur.
"Untuk otomotif juga sama karena tujuan terbesar kita dalam RCEP adalah untuk memperdalam posisi Indonesia dalam rantai nilai kawasan. Kita sudah punya basis yang kuat untuk otomotif dan kita ingin kembangkan lagi bersama kendaraan listrik," kata dia.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I) Budhi Wibowo meyakini dibukanya akses pada produk perikanan Indonesia ke pasar-pasar negara Asia Timur bisa mendorong kinerja ekspor. Dia mencatat beberapa produk perikanan memang masih diganjal bea masuk di negara tujuan.
"Yang jelas bea masuk di negara tujuan ekspor merupakan salah satu yang melemahkan daya saing kita. Dengan Jepang misalnya, beberapa ikan yang masih dikenakan tarif masuk. Salah satunya crab meat," kata Budhi.
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor produk ikan, krustasea, moluska, dan invertebrata air lainnya ke China, Hong Kong, Jepang, dan Korea Selatan selama Januari–November 2021 mencapai US$1,07 miliar.
Jumlah tersebut setara dengan 32 persen dari total ekspor produk perikanan yang mencapai US$3,34 miliar pada periode yang sama.