Bisnis.com, JAKARTA - Dunia tengah gencar dalam mendorong pembangunan rendah karbon guna meminimalisasi dampak dari perubahan iklim, termasuk Indonesia. Untuk mendukung hal tersebut, Indonesia idealnya membutuhkan investasi pembangunan rendah karbon senilai Rp306 triliun setiap tahunnya.
Jumlah nilai investasi ideal tersebut berdasarkan hasil analisis Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Berdasarkan analisis tersebut, kebutuhan investasi pembangunan rendah karbon idealnya berasal dari pemerintah atau APBN, dan non-pemerintah seperti swasta, BUMN, filantropi, dan lain-lain.
Kebutuhan investasi untuk pembangunan rendah karbon dibagi menjadi dua berdasarkan sumbernya, yaitu investasi atau pendanaan oleh pemerintah senilai Rp72,22 triliun (24 persen) dan pendanaan oleh non-pemerintah senilai Rp232,56 triliun (76 persen).
Dari sisi investasi pemerintah, Kementerian PPN/Bappenas mencatat bahwa masih terdapat gap pendanaan yang perlu dipenuhi. Pendaanaan untuk pembangunan rendah karbon yang berasal dari APBN pada 2021 lalu tercatat baru terpenuhi Rp25 triliun sampai dengan Rp34 triliun, dari total kebutuhan Rp72,2 triliun.
"Sekarang ini, kebutuhan investasi pemerintah untuk pembangunan rendah karbon baru terpenuhi sebesar 8-11 persen. Ini masih besar sekali. Belum lagi yang swasta," jelas Direktur Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas Medrilzam pada webinar, Kamis (6/1/2022).
Dari penjelasannya, Medrilzam menjelaskan bahwa gap pendanaan juga terjadi dari sisi pendanaan oleh non-pemerintah khususnya swasta. Menurutnya, hingga saat ini investasi pembangunan rendah karbon dari pihak non-pemerintah termasuk swasta belum terinventarisasi dengan baik.
Baca Juga
"Ini gap-nya ternyata dari sisi pemerintah dan dari sisi swasta masih cukup besar. Dibandingkan antara realisasi dan kebutuhan," ujar Medrilzam.
Medrilzam lalu menyebut kebutuhan pembiayaan tambahan untuk pembangunan rendah karbon, khususnya untuk mencapai net-zero emission (NZE) hingga 2060, adalah rata-rata sekitar 3-5 persen dari PDB setiap tahunnya. Investasi ini, tambahnya, tentu tidak akan bisa ditanggung oleh anggaran negara saja.