Bisnis.com, JAKARTA – Kebijakan pemerintah untuk memperluas cakupan minyak goreng kemasan sederhana subsidi dengan harga Rp14.000 per liter dinilai rawan. Pemerintah berencana menggandeng 70 produsen untuk memasok 1,5 miliar liter minyak goreng murah yang menelan anggaran Rp3,6 triliun tersebut.
“Meski subsidinya lebih baik di minyak goreng kemasan dibanding minyak goreng curah, tapi ada kekhawatiran tidak tepat sasaran,” kata Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, Rabu (5/1/2022).
Bhima mengatakan subsidi dalam minyak goreng kemasan sederhana bisa membuat peralihan konsumsi pada rumah tangga menengah atas dari kemasan premium ke kemasan sederhana.
Subsidi ini dinilainya juga berisiko dimanfaatkan oleh pelaku usaha makanan minuman skala besar untuk membeli minyak goreng subsidi.
“Di sisi lain, jatah untuk kelompok konsumen menengah ke bawah perlu diperhatikan agar mendapatkan hak minyak goreng dengan harga subsidi,” tambahnya.
Bhima menyebutkan pengawasan distribusi minyak goreng subdisi menjadi hal krusial. Selain itu, perlu dipastikan pula durasi pemberian subdisi mengingat kemampuan pendanaaan BPDPKS juga terbatas.
Dia menilai masalah utama pada harga minyak goreng yang tinggi adalah harga minyak sawit mentah sebagai bahan baku yang meningkat signifikan dalam setahu terakhir. Oleh karena itu, lanjut Bhima, kewajiban pemenuhan pasar domestik atau domestic market obligation (DMO) merupakan solusi yang lebih tepat daripada subsidi.
“Dengan DMO ada kepastian pasokan dan harga bagi produsen minyak goreng, khususnya perusahaan yang tidak terintegrasi dengan perkebunan sawit,” kata dia.