Bisnis.com, JAKARTA — Penerapan teknologi baru pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dinilai tidak berpengaruh besar pada pengurangan emisi karbon.
Institute for Essential Services Reform (IESR) dalam laporannya menyebut bahwa penggunaan teknologi carbon capture and storage (CCS) maupun carbom capture utilization and storage (CCUS) pada PLTU dinilai tidak berdampak signifikan pada penurunan emisi karbon.
Meski begitu, pemerintah Indonesia masih memberikan tempat bagi batu bara dalam skenario transisinya seperti dalam program penggunaan CCS/CCUS pada PLTU batu bara, gasifikasi batu bara hingga co-firing batu bara.
Penerapan teknologi bahkan disebut berdampak pada kenaikan harga listrik seiring teknologi itu masih mahal.
“Biaya pembangkitan listrik dari penggunaan CCS pada PLTU akan bersaing dengan teknologi energi terbarukan dengan storage.,” kata Manager Program Transformasi Energi Deon Arinaldo saat media briefing Indonesia Energy Transition Outlook (IETO) 2022, Senin (20/12/2021).
Dia menilai, PLTU dengan CCS yang beroperasi di dunia masih punya kendala pada operasi dan pencapaian penurunan emisinya. Misalnya seperti proyek PLTU dengan CCS Petra Nova di Texas ditutup setelah baru beroperasi selama 4 tahun diduga akibat tidak kompetitif dari segi harga.
Baca Juga
Kondisi ini kata dia mencerminkan bahwa pengembangan energi dalam negeri mesti memprioritaskan energi terbarukan. Pasalnya pengembangan EBT diklaim lebih kompetitif dari segi harga dibandingkan teknologi pada PLTU.
Pemerintah Indonesia telah menetapkan komitmennya untuk melakukan transisi energi dengan memasukan porsi kapasitas pembangkit energi terbarukan yang lebih besar, 51 persen atau sebanyak 20.923 MW pada 2030 dalam RUPTL PLN 2021–2030.
Sementara untuk selaras dengan target dekarbonisasi 1,5 derajat celcius, setidaknya perlu 140 GW energi terbarukan yang didominasi PLTS pada 2030.
Akan tetapi, sejak PP No 79/2014 tentang KEN disahkan, laju pertumbuhan energi terbarukan dinilai cenderung lambat. Data dari IETO 2022 menunjukkan bahwa dalam 5 tahun terakhir, energi terbarukan rata-rata hanya bertambah 400 MW.
Penulis laporan IETO 2022 Handriyanti Diah Puspitarini menuturkan bahwa kapasitas terpasang energi terbarukan terutama dari PLTS menggeliat di hanya 17,9 MWp.
Kemudian kendaraan listrik seperti motor listrik mengalami sedikit kenaikan sebanyak 5.486 unit serta mobil listrik sebanyak 2.012 unit. Hal ini dapat menjadi potensi yang perlu dikembangkan di tahun 2022.
“Pemerintah Indonesia perlu mendorong pengembangkan teknologi yang diproduksi secara lokal untuk menangkap peluang lebih besar seperti penurunan capex proyek energi terbarukan,” katanya.