Bisnis.com, JAKARTA – Produksi rokok dipastikan tertekan akibat kebijakan penaikan cukai hasil tembakau (CHT) yang diputuskan sebesar rata-rata 12 persen pada tahun depan.
Diumumkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kemarin, kenaikan CHT seolah menjadi 'kado' penutup tahun yang dinantikan industri hasil tembakau (IHT) sejak wacana penaikan cukai disebarluaskan.
Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Benny Wahyudi mengatakan kebijakan ini kembali akan menjadi tekanan bagi industri. Dia memastikan produksi rokok pada tahun depan akan terpangkas meski dia belum dapat mengungkap angka kontraksinya.
"Yang jelas [produksi rokok] masih akan negatif, angkanya belum saya hitung. Seperti tahun-tahun sebelumnya, akan membuat tekanan yang cukup tinggi untuk produksi," kata Benny saat dihubungi Bisnis, Selasa (14/12/2021).
Dengan kenaikan rata-rata 12 persen, Kementerian Keuangan memproyeksikan penerimaan CHT mencapai target APBN sebesar Rp193,53 triliun. Adapun, produksi rokok akan turun 3,0 persen dari 320,1 miliar batang pada tahun ini menjadi 310,4 miliar batang pada tahun depan.
Sementara itu, indeks kemahalan naik dari 12,7 persen menjadi 13,78 persen. Selain mempertimbangkan sisi industri, penaikan tarif cukai juga memperhatikan aspek kesehatan, dimana prevalensi merokok dewasa ditarget turun dari 33,2 persen menjadi 32,26 persen.
Baca Juga
Adapun, prevalensi merokok anak juga diproyeksi turun dari 8,97 persen menjadi 8,83 persen. Sementara itu dari sisi tenaga kerja, ada potensi penurunan sebesar 457 hingga 990 orang.
Benny melanjutkan, yang harus sangat diperhatikan pemerintah adalah potensi naiknya peredaran rokok ilegal akibat disparitas harga yang tinggi. Peredaran rokok ilegal yang meningkat, justru akan mereduksi tujuan pemerintah untuk menekan konsumsi. Sebaliknya, yang tertekan adalah produksi rokok.
"Karena dengan kenaikan cukai ini, pasar akan diisi oleh SKT [sigaret kretek tangan], SKM [sigaret kretek mesin], dan SPM [sigaret putih mesin] dengan harga yang lebih rendah dari basis yang ilegal," ujarnya.
Upaya pemberantasan rokok ilegal, lanjut Benny, harus dilakukan dengan lebih terukur dan melibatkan banyak pemangku kepentingan.