Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

RUU HKPD Dibahas di Rapat Paripurna, Ini Pandangan Setiap Fraksi DPR

Komisi XI DPR telah menerima hasil pembahasan mengenai RUU HKPD. Rancangan aturan itu sedang dibahas di rapat paripurna.
Anggota DPR menghadiri Rapat Paripurna DPR di antara bangku yang tak terisi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (13/12/2018)./ANTARA-Indrianto Eko Suwarso
Anggota DPR menghadiri Rapat Paripurna DPR di antara bangku yang tak terisi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (13/12/2018)./ANTARA-Indrianto Eko Suwarso
Bisnis.com, JAKARTA — Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR menerima hasil pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah atau RUU HKPD. RUU itu pun segera dibahas di Rapat Paripurna DPR.
Hal tersebut tercantum di Laporan Komisi XI DPR dalam rangka Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan Hasil Pembahasan RUU HKPD yang diperoleh Bisnis. Laporan itu disampaikan Wakil Ketua Komisi XI Fathan dalam Rapat Paripurna DPR pada Selasa (7/12/2021).
Fathan menjelaskan bahwa setelah pembicaraan tingkat I dalam rapat kerja bersama pemerintah pada Selasa (23/11/2021), pihaknya telah melakukan pembahasan mengenai RUU HKPD.
Berdasarkan pandangan fraksi-fraksi Komisi XI, pemerintah, dan Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD), sudah terdapat keputusan terkait RUU itu.
"Komisi XI bersama pemerintah, delapan fraksi Komisi XI yaitu PDIP, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, Demokrat, PAN, dan PPP, serta Komite IV DPD menyatakan menerima hasil pembahasan RUU tentang HKPD dan melanjutkan pengambilan keputusan dalam Rapat Paripurna DPR," ujar Fathan pada Selasa (7/12/2021).
Adapun, fraksi PKS menolak hasil pembahasan RUU HKPD dan menyerahkan pengambilan keputusan selanjutnya kepada rapat paripurna.
Dalam laporan itu, Fathan menyampaikan pandangan setiap fraksi terkait RUU HKPD. Fraksi PDIP menilai bahwa transfer ke daerah dengan formulasi dana alokasi umum (DAU) harus memperhitungkan kebutuhan dan pendekatan unit cost, serta beban sumber daya manusia.
Fraksi PDIP pun berpandangan bahwa belanja daerah, pembiayaan daerah, dana abadi, dan sinergi fiskal harus disederhanakan agar tidak menjadi birokratis.
Fraksi Golkar mengusulkan adanya dana bagi hasil lainnya untuk membuka ruang bagi hasil atas penerimaan dari sumber daya lainnya, seperti perkebunan sawit. Lalu, DAU mempertimbangkan karakteristik wilayah yang memiliki basis ekonomi di sektor pariwisata, pertanian, dan perikanan.
Fraksi Gerindra menilai bahwa RUU HKPD dapat mengatasi ketidakmandirian daerah dan ketimpangan keuangan antardaerah dengan membangun desain baru transfer ke daerah (TKD). Gerindra pun menilai adanya batasan belanja daerah untuk pegawai sebesar 30 persen dan di sisi lain ada kewajiban daerah meningkatkan belanja infrastruktur pelayanan publik menjadi 40 persen.
Fraksi Nasdem menilai bahwa penambahan substansi terkait daerah pengolah dalam pembahasan daerah bagi hasil (DBH) penting. Nasdem pun menilai pentingnya penjelasan porsi daerah pengolah, mulai dari DBH SDA minerba, DBH SDA minyak bumi dan gas bumi, serta DBH panas bumi.
Fraksi PKB menilai upaya peningkatan penerimaan asli daerah melalui penambahan objek pajak dan retribusi dapat meningkatkan kemandirian daerah dalam membiayai pelayanan umum, tetapi tidak boleh menambah beban masyarakat secara signifikan. Lalu, upaya pemerataan dan keadilan dari TKD dapat meningkatkan pelayanan dasar untuk mengatasi dampak negatif kegiatan perekonomian di daerah.
Fraksi Demokrat menyarankan pemerintah menyusun exit strategy berakhirnya pengaturan penggunaan DAU oleh pemerintah pusat, terutama melalui pembangunan kapasitas daerah.
Lalu, dalam aspek TKDD masih terjadi ketimpangan horizontal antar daerah, yang terlalu terkonsentrasi di Jawa, Sumatera, dan Bali, sehingga perlu kebijakan yang bersifat afirmasi untuk memperbaiki ketertinggalan di daerah-daerah tertentu.
Fraksi PKS yang menolak RUU HKPD menilai aturan itu cenderung memperkuat arah resentralisasi dan mereduksi semangat desentralisasi. Lalu, hasil pembahasan RUU itu pun berpotensi meningkatkan risiko utang negara dengan terbukanya peluang peningkatan utang daerah.
Fraksi PAN menilai bahwa RUU HKPD belum mengakomodir penerimaan pajak suatu daerah dari pabrik yang beroperasi di suatu daerah tetapi kantor pusatnya berada di provinsi lain, padahal hal tersebut penting bagi pemerataan pendapatan semua daerah. PAN pun mendorong perubahan nomenklatur pinjaman daerah menjadi daerah, terutama untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur daerah.
Fraksi PPP berharap RUU HKPD dapat mengurangi ketimpangan antara pusat dan daerah secara vertikal maupun horizontal, serta meningkatkan kemandirian daerah. PPP pun meminta agar kualitas belanja daerah, harmonisasi belanja daerah dan pusat, serta penguatan pajak daerah dapat terwujud.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper