Bisnis.com, JAKARTA - Serapan produksi nikel olahan untuk pasar domestik masih cukup rendah seiring masih minimnya industri penyerap dan belum masifnya penerapan teknologi di dalam negeri.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) Prihadi Santoso mengatakan bahwa serapan domestik untuk produk pemurnian hasil tambang masih di bawah 5 persen dari total produksi.
Sekitar 95 persen produk hasil olahan di smelter masih diekspor ke sejumlah negara tradisional terutama China. Negara itu masih menjadi negara utama pengimpor produk olahan nikel dari dalam negeri.
“Masih kecil [serapan pasar domestik], kurang dari 5 persen. Kecil,” katanya, Senin (6/12/2021).
Tidak disebutkan berapa volume produksi nikel olahan pada tahun ini. Namun data Asosiasi Pertambangan Nikel Indonesia mencatat produksi nikel olahan hingga menjelang akhir tahun ini mencapai 2 juta ton.
Jumlah ini terbagi atas produk nickel pig iron 664.746 ton, ferro nickel 1,30 juta ton serta nickel matte 72.785 ton. Angka ini diperkirakan terus meningkat hingga akhir tahun ini.
Mineral One Data Indonesia (MODI) memerinci dari kisaran produksi tersebut, 73,7 persen atau 73.563 ton nickel pig iron telah terjual. Kemudian 62,09 persen produksi ferro nickel atau 949.887 ton terjual serta nickel matte telah terjual 63.389 ton dari produksi.
Prihadi menjelaskan bahwa sejumlah hal menjadi kendala utama rendahnya serapan hasil olahan nikel di dalam negeri. Kondisi ini juga ditopang oleh minimnya penerapan teknologi, edukasi dan sumber daya manusia di Tanah Air.
Selama ini hanya perusahaan besar yang melakukan investasi pada pengolahan maupun pemurnian nikel. Perusahaan ini sejatinya juga telah memiliki pasar tradisional pengimpor olahan nikel. Salah satu negara tujuan olahan nikel adalah ke China.
“[Untuk] membangun [meningkatkan serapan olahan nikel] ini diperlukan kebijakan pemerintah. Seperti setop ekspor tapi juga ada yang berpihak ke industri manufakturing di Indonesia,” terangnya.