Bisnis.com, JAKARTA - Sempat beredar opini di media sosial bahwa Bandara Kualanamu dijual ke India oleh pemerintah.
Mulanya, mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu menyebut bahwa sudah ada bentuk penjualan saham dalam pengelolaan Bandara Kualanamu kepada pihak asing.
"Baca penjelasan resmi AP II bhw pengelolaan bandara kualanamu berbentuk Joint Venture dan membetuk perusahaan baru, artinya sdh ada penjualan saham. Kalau JO tidak ada penjualan saham," tulisnya dalam akun Twitter @msaid_didu, dikutip Jumat (26/11/2021).
Menurutnya, pengelolaan bandara dan pelabuhan yang berlaku di dunia terkait dengan dua hal utama, yakni otoritas negara dan bisnis. Adanya otoritas negara membuat pengelolaannya tidak boleh diserahkan kepada pihak asing.
Dia menambahkan apabila sudah menyangkut pelepasan saham itu berarti sudah penjualan aset, bukan lagi joint operation. Seharusnya, para pihak memasukkan modal untuk mengelola fasilitas dan berbagi laba sesuai kesepakatan, sehingga tidak ada perpindahan saham.
Pernyataan tersebut ditulis terkait dengan pengumuman PT Angkasa Pura II (Persero) atau AP II sehari sebelumnya soal terpilihnya GMR Airports Consortium sebagai mitra strategis untuk mengembangkan Bandara Kualanamu dengan investasi minimal Rp15 triliun.
Baca Juga
Direktur Utama AP II Muhammad Awaluddin menjelaskan pengelolaan dan pengembangan Bandara Internasional Kualanamu dilakukan dengan skema kemitraan strategis berjangka waktu 25 tahun dengan nilai kerja sama sekitar US$6 miliar termasuk investasi dari mitra strategis sedikitnya Rp15 triliun.
"Setelah melewati rangkaian proses tender, ditetapkan GMR Airports Consortium sebagai pemenang tender," kata Awaluddin dalam siaran pers, Rabu (24/11/2021).
Dia menjelaskan skema kemitraan strategis ini akan menggabungkan sumber daya yang dimiliki AP II dan mitra strategis, sehingga dapat mengakselerasi pengembangan Bandara Internasional Kualanamu untuk menjadi hub dan pintu gerbang utama internasional serta kawasan bisnis di wilayah barat Indonesia.
AP II dan GMR Airports Consortium akan menjadi pemegang saham di joint venture company (JVCo) yakni PT Angkasa Pura Aviasi, yang menjadi pengelola Bandara Internasional Kualanamu. AP II menguasai mayoritas 51 persen saham di PT Angkasa Pura Aviasi, sementara GMR Airports Consortium sebesar 49 persen.
Adapun, Direktur Transformasi dan Portofolio Strategis AP II Armand Hermawan mengatakan kemitraan strategis ini ubtum bersama-sama mengelola dan mengembangkan Bandara Internasional Kualanamu di Deli Serdang, Sumatera Utara. Kemitraan ini pun, tegasnya, bukan transaksi penjualan saham atau penjualan aset Bandara Internasional Kualanamu.
"Tidak ada penjualan aset atau penjualan saham Bandara Internasional Kualanamu. Kepemilikan Bandara Internasional Kualanamu beserta asetnya 100 persen tetap milik AP II," ujarnya melalui siaran pers, Jumat (26/11/2021).
Armand menjelaskan perusahaan patungan yang dikelola oleh keduanya hanya akan menyewa aset kepada AP II untuk dikelola selama 25 Tahun. Setelah periode kerja sama berakhir, JVCo tidak berhak lagi mengelola Bandara Internasional Kualanamu dan semua aset hasil pengembangan akan dikembalikan kepada AP II. Kemitraan dapat dianggap seperti perjanjian sewa menyewa dengan para tenant di terminal Bandara.
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga memberikan respons terkait dengan pandangan bahwa Bandara Kualanamu, yang menjadi aset AP II, telah dijual kepada pihak asing.
"Aset AP II Kuala Namo dijual ??? Yuk aku jelasin, karena kalau hati sdh buta, pikiran pun kehilangan kecerdasan cc @msaid_didu #KualanamoUntung," tulis Arya melalui akun Twitter @AryaSinulingga, yang dikutip Jumat (26/11/2021).
Dia menjelaskan AP II dan anak perusahaannya, PT Angkasa Pura Aviasi mendapatkan mitra GMR Airports Consortium untuk mengelola Bandara Kualanamu. Adapun, GMR Airports Consortium merupakan strategic investor yang dimiliki oleh GMR Group asal India dan Aéroports de Paris Group (ADP) asal Prancis.
Arya menambahkan melalui kerja sama tersebut, komposisi saham PT Angkasa Pura Aviasi menjadi 51 persen mayoritas dimiliki oleh AP II dan mitra strategis GMR 49 persen.
Skema kerja sama tersebut akan mewajibkan pengelolaan bandara berkode KNO selama 25 tahun dengan sistem build operate transfer atau BOT. Nantinya, setelah 25 tahun, aset tersebut akan dikembalikan kepada AP II.
"Jadi aset tersebut tetap milik AP II bukan dijual asetnya, jadi keliru kalau mengatakan terjadi penjualan aset," ujarnya.
AP II, lanjutnya, akan mendapatkan dua keuntungan, yang pertama akan mendapatkan dana sebesar Rp1,58 triliun dari GMR. Keuntungan kedua, akan ada pembangunan dan pengembangan Kualanamu sebesar Rp56 triliun dengan tahap pertama sebesar Rp3 triliun.
Alhasil, AP II tidak perlu mengeluarkan uang sebesar Rp58 triliun untuk pengembangan Bandara Kualanamu, melainkan sudah ditanggung oleh mitranya. Di sisi lain, dana sebesar Rp1,58 triliun bisa dipakai oleh AP II untuk pengembangan dan pembangunan bandara baru di Indonesia.
"Ini namanya memberdayakan aset tanpa kehilangan aset, bahkan asetnya membesar berkali-kali lipat," tuturnya.