Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) ternyata tidak senang dengan situasi inflasi nasional yang rendah saat ini. Pasalnya, kondisi ini menunjukkan ekonomi nasional yang belum pulih seperti harapan.
Dari data BPS, indeks harga konsumen (IHK) mengalami inflasi 1,66 persen (year-on-year/yoy) pada Oktober 2021, sementara inflasi tahun kalendernya sebesar 0,93 persen (year to date/ytd).
Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo mengatakan tingkat inflasi 1,66 persen ini relatif rendah karena kisaran sasaran yang ditetapkan bank sentral adalah 2-4 persen
"Artinya kalau di bawah 2 persen, bagi kami di bank sentral sebenarnya tidak happy," ungkap Dody Budi Waluyo, Deputi Gubernur BI dalam webinar bertema Sinergi Pemerintah, BI, dan OJK dalam Mempercepat Pemulihan Ekonomi Nasional, Jumat (19/11/2021).
Ekonomi Indonesia membutuhkan inflasi di kisaran 2-4 persen. Setidaknya di batas bawah 2 persen sudah cukup baik, menurut BI.
Dody menambahkan rendahnya inflasi menjadi indikasi masih lemahnya permintaan oleh masyarakat.
Baca Juga
"Artinya permintaan masih rendah, ekonomi belum berjalan," paparnya.
Inflasi pada Oktober 2021 sebenarnya telah meningkat menjadi 1,66 persen dari 1,60 persen di bulan September.
Namun, Dody mengatakan dirinya belum dapat memastikan apakah ada pertumbuhan dari sisi permintaan. Begitupun, terkait kepastian dari sisi pasokan.
Terlepas dari hal tersebut, Dody mengatakan BI melihat adanya kenaikan ekspektasi inflasi pada 2022 seiring dengan perkembangan global.
"Tahun ini ekspektasi inflasi sampai bulan Desember di kisaran 1,6 persen, terus turun. Tetapi di tahun 2022, di kisaran 2,8 persen - 3,1 persen," paparnya.
Dia memperkirakan kondisi ini terjadi sejalan dengan permintaan yang naik, tetapi produksi belum sepenuhnya mampu menopang permintaan tersebut.