Bisnis.com, JAKARTA - Laju impor Indonesia diperkirakan meningkat pada Oktober 2021 didorong oleh kenaikan baik impor migas dan non-migas.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan, sejalan dengan kenaikan harga minyak global, impor migas tumbuh sebesar 12,74 persen secara bulanan (month-to-month/mtm). Kenaikan harga minyak juga diikuti oleh kenaikan mobilitas masyarakat Indonesia, sehingga mendorong kenaikan volume permintaan minyak.
Di samping itu, kenaikan sisi impor non-migas didukung oleh kenaikan PMI Manufaktur Indonesia. Pertumbuhan pada September 2021 sebelumnya sebesar 52,2, menjadi 57,2 pada Oktober. Kenaikan aktivitas manufaktur, yang tergambar dari PMI Manufaktur menjadi indikasi kenaikan permintaan bahan baku, terutama bahan baku impor.
"Penurunan surplus neraca dagang, cenderung disebabkan oleh peningkatan nilai impor secara bulanan, yang diperkirakan bertumbuh 2,3 persen (month-to-month/mtm), dan 53,98 persen secara tahunan (year-on-year/yoy)," jelas Josua kepada Bisnis, Minggu (14/11/2021).
Di sisi lain, kinerja ekspor pada neraca dagang Oktober 2021 diperkirakan menurun. Josua memperkirakan adanya kontraksi tipis sebesar 0,6 persen (mtm) atau tumbuh secara tahunan sebesar 42,59 persen (yoy).
Kontraksi nilai ekspor secara bulanan tersebut diperkirakan akibat penurunan volume permintaan dari China. Secara bulanan, volume impor batu bara ke Tiongkok turun 18,2 persen (mtm). Penurunan volume diperkirakan juga terjadi di banyak negara seiring dengan kenaikan harga batu bara yang mencapai 27,58 persen (mtm).
Baca Juga
"Penurunan ekspor diikuti oleh kenaikan impor menjadi pendorong penurunan surplus neraca dagang di bulan Oktober," kata Josua.
Untuk itu, dia memperkirakan surplus neraca dagang Oktober 2021 akan terus berlanjut dengan nilai yang menyusut menjadi US$3,87, dari sebelumnya US$4,37 pada September 2021.