Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

AS dan Sekutu Desak China Cabut Aturan Impor Makanan

tujuh negara termasuk Australia, Kanada, Uni Eropa, dan Swiss keberatan dengan dua dekret dari Bea Cukai China (GACC) pada April yang mengharuskan importir makanan untuk memenuhi persyaratan pendaftaran, inspeksi, dan pelabelan baru pada 1 Januari.
Pekerja berada di depan peti kemas yang ditumpuk di Pelabuhan Yangshan Deepwater, Shanghai, China, Senin (23/3/2020). Bloomberg/Qilai Shenn
Pekerja berada di depan peti kemas yang ditumpuk di Pelabuhan Yangshan Deepwater, Shanghai, China, Senin (23/3/2020). Bloomberg/Qilai Shenn

Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah negara seperti Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat mendesak bea cukai China untuk mencabut peraturan impor makanan lantaran dikhawatirkan akan memperparah rantai pasok global.

Dilansir Bloomberg pada Selasa (9/11/2021), sejumlah diplomat dari tujuh negara termasuk Australia, Kanada, Uni Eropa, dan Swiss mengungkapkan kekhawatirannya melalui surat yang ditujukan kepada Menteri Bea Cukai China Ni Yuefeng pada 27 Oktober lalu.

Mereka keberatan dengan dua dekret dari Bea Cukai China (GACC) pada April yang mengharuskan importir makanan untuk memenuhi persyaratan pendaftaran, inspeksi, dan pelabelan baru pada 1 Januari.

"Kendati dilakukan penjangkauan signifikan oleh pemerintah kami kepada Bea Cukai China, masih ada kurang jelasnya implementasi GACC dari dekret ini," tulisnya dalam surat tersebut.

Dekret tersebut meliputi beberapa produk seperti royal jelly, minyak sayur, makanan bayi, dan tepung terigu. Produsen yang termasuk dalam 19 kategori tertentu harus menyertakan rekomendasi otoritas negaranya. Sementara itu yang lainnya harus melakukan pendaftaran melalui platform online yang diluncurkan bulan ini.

Setelah teregistrasi, perusahaan akan mendapatkan kode unik yang harus ditempelkan pada kemasan.

Namun, tidak ada penjelasan mengenai siapa otoritas yang memiliki kualifikasi rekomendasi. Selain itu, jika barang tidak memenuhi persyaratan tersebut, dikhawatirkan akan menimbulkan keterlambatan sehingga biaya akan membengkak.

"Kami juga menunggu komitmen bahwa perdagangan akan terus berlanjut untuk sementara waktu," ujar para diplomat tersebut.

Produk yang diimpor ke China akan segera dikirim, sehingga dekret 248 dan 249 berisiko mengganggu rantai pasok pangan global dan menunda ketersediaan suplai makanan ke China.

Mereka meminta implementasi dekret tersebut ditunda paling tidak sampai 18 bulan ke depan. Namun, permintaan tersebut belum direspons.

Kekhawatiran mereka meningkat seiring dengan pemberangkatan kapal yang mengangkut produk makanan ke ekonomi terbesar kedua ini sudah siap. Kapal berangkat tanpa tahu apakah mereka akan dapat menurunkan muatan mereka.

Percekcokan ini terjadi pada saat dunia mengalami kemacetan bongkar muat akibat pandemi Covid-19 dan adanya perubahan situasi pada ekonomi global.

Namun, di saat yang sama pemerintahan Presiden Xi Jinping mulai cemas terhadap kepastian pasokan makanan selama musim dingin. Sejauh ini belum ada tanda-tanda China akan menangguhkan atau melunakkan peraturan impor.

Surat itu ditandatangani hanya beberapa hari sebelum Xi berbicara tentang pembukaan China International Import Expo di Shanghai, di mana dia menegaskan kembali komitmen Beijing untuk membuka pasarnya.

“Ke depan, China akan lebih menekankan pada perluasan impor, dan mengejar pengembangan perdagangan yang seimbang,” papar Xi.

Para diplomat juga menekankan bahwa persyaratan yang dibebankan pada produk impor tidak proporsional dengan tingkat risiko yang disajikan oleh produk.

"Kami sangat mendorong RRC untuk terus terlibat dalam diskusi dan konsultasi lebih lanjut dengan mitra dagang sebelum implementasi dekret, melalui Organisasi Perdagangan Dunia dan secara bilateral,” tulis para diplomat.

"Selanjutnya, kami mendorong RRC agar juga mempertimbangkan untuk berkolaborasi dengan mitra dagang dalam kebijakan dan pendekatan yang terkait dengan keputusan ini dan mempertimbangkan pendekatan yang tidak terlalu membatasi untuk mencapai tujuan keamanan pangan GACC.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nindya Aldila
Sumber : Bloomberg

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper