Bisnis.com, JAKARTA – Pengamat BUMN dari Universitas Indonesia Toto Pranoto mengatakan bahwa saat ini Garuda Indonesia berada di situasi yang pelik.
Pasalnya, dia menilai usaha negosiasi ulang dengan para lessor membutuhkan kerja yang ekstra.
"Sejauh ini, langkah terbaik yang didorong adalah penyelamatan melalui negosiasi ulang dengan para lessor. Hal tersebut yang kami lihat sedang diupayakan manajemen Garuda Indonesia saat ini. Hal Itu membutuhkan waktu panjang karena ada puluhan lessor" katanya, dikutip dari keterangan resminya, Rabu (3/11/2021).
Toto juga mengatakan Garuda Indonesia saat ini masuk pada situasi terburuk yang pernah dialami. Era yang sama saat Robby Djohan masuk di sekitar awal 2000-an menghadapi Garuda Indonesia yang terpuruk karena salah urus.
Sebab, kata dia, selain ‘warisan’ salah urus manajemen sebelumnya, Garuda Indonesia menghadapi situasi dampak pandemi Covid-19 yang memberikan dampak signifikan terhadap keberlangsungan usaha industri penerbangan dunia.
"Garuda Indonesia butuh upaya restrukturisasi yang radikal terkait negosiasi dengan lessor dan kreditur,” katanya.
Sementara itu, pemerhati penerbangan dari Jaringan Penerbangan Indonesia (Japri) Gerry Soedjatman mengatakan bukan jalan keluar dan tidak mudah untuk menggantikan Garuda Indonesia.
Hal ini dikarenakan Garuda Indonesia memiliki sarana prasarana yang sangat besar tidak sebanding dengan maskapai yang lain.
"Posisi Garuda Indonesia tidak mudah digantikan dengan maskapai seperti Pelita Air. Hal tersebut lantaran Garuda Indonesia memiliki sarana prasarana yang sangat besar termasuk jumlah pesawat dan rute yang dilayani yang tidak sebanding dengan Pelita Air saat ini," katanya.