Bisnis.com, JAKARTA — Berkembangnya teknologi digital mengubah banyak aspek dalam kehidupan dan perekonomian, sehingga memengaruhi praktik perpajakan global. Setidaknya terdapat tiga tantangan perpajakan yang dihadapi Indonesia dalam perkembangan digitalisasi saat ini.
Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo menilai bahwa pemerintah berupaya menghadapi tiga tantangan utama perpajakan saat ini melalui seperangkat kebijakan. Tujuannya untuk meningkatkan efektivitas pemajakan sehingga penerimaan negara lebih optimal dan dapat mendukung perekonomian.
Menurutnya, tantangan pertama adalah bagaimana memajaki orang-orang kaya. Berdasarkan data Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), satu persen orang kaya di Indonesia menguasai 50 persen aset nasional.
Aset yang begitu besar dari orang-orang kelas kakap tersebut bisa memberikan penerimaan perpajakan yang baik bagi negara. Namun, menurut Yustinus, terdapat isu terkait kepatuhan pembayaran pajak yang terus menjadi perhatian.
"Bagaimana memajaki orang kaya, ini yang seringkali jadi bagian diskusi penting. Intervensi bilateral juga cukup kuat. Bagaimana automatic exchange of information [AEOI] itu juga diarahkan untuk menangkal praktik penghindaran pajak," ujar Yustinus pada Kamis (14/10/2021).
Tantangan kedua adalah bagaimana memajaki konsumsi. Menurutnya perkembangan digitalisasi membuat aktivitas konsumsi menjadi lebih kompleks, sehingga perlu pendekatan baru yang lebih efektif untuk memajaki konsumsi.
Baca Juga
Yustinus menyitir penjelasan Daniel S. Goldberg, profesor hukum pajak dari University of Maryland,yakni bahwa digitalisasi menimbullkan pergeseran konsep-konsep perpajakan dari yang selama ini ada, tetapi ternyata menjadi tidak relevan lagi. Menurut Yustinus, regulasi-regulasi perpajakan yang terbit dalam beberapa waktu terakhir berupaya mencapai relevansi itu.
Tantangan ketiga adalah bagaimana menangkap digitalisasi ekonomi dan mengaitkannya dalam konteks perpajakan. Yustinus menjelaskan bahwa pemerintah memperhatikan dua hal utama dalam poin ini, yakni di mana akan dipajaki dan apa yang hendak dipajaki.
"Ini hal-hal yang tidak pernah dipikirkan beberapa waktu lalu dan jadi hal penting," ujar Yustinus.