Bisnis.com, JAKARTA – Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Djamaluddin mendorong industri untuk mempercepat hilirisasi produk untuk menciptakan nilai tambah.
Dia mengatakan bahwa hilirisasi mineral dan batu bara (minerba) diperlukan untuk menghindari ekspor produk mentah, seperti bijih nikel.
Dia mencontohkan PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) yang telah menggelontorkan investasi hampir Rp100 triliun untuk membangun kawasan industri berbasis nikel. Perusahaan itu juga telah menyerap tenaga kerja sekitar 35.000 orang.
Ridwan mengklaim hal tersebut menunjukan bahwa pemerintah berhasil menarik investasi asing ke dalam negeri. Meski begitu, perusahaan itu disebut lebih banyak menerima manfaat ekonomi dibandingkan dengan penerimaan dalam negeri.
“Mengapa? Karena kita tidak menurunkannya [nikel] menjadi produk yang lebih ke hilir lagi, hilirisasi,” katanya webinar HUT ke-20 BPSDM ESDM, Rabu (13/10/2021).
Kemudian, Ridwan juga menceritakan tentang smelter PT Freeport Indonesia yang baru saja diresmikan pembangunannya oleh Presiden Joko Widodo pada Selasa (12/10/2021).
Baca Juga
Dia mengatakan, MIND ID yang menaungi Freeport Indonesia mengakui bahwa proyek smelter tidak banyak memberikan manfaat secara ekonomi. Pasalnya, nilai tambah dari konsentrat menjadi katoda hanya selisih beberapa persen.
“Itu salahnya, karena kita tidak menurunkannya ke produk-produk yang lebih hilir. Kita tidak membuat industri kabelnya. Di sinilah rangkaian proses dari pertambangan menjadi pengolahan dan industri hilir, termasuk manufaktur harus dilakukan secara beruntun dan harmonis,” terangnya.
Dia menyebut, hilirisasi merupakan poin penting yang terus didorong pemerintah. Upaya tersebut dilakukan agar paradigma sindiran berupa menjual Tanah Air tidak lagi ada.
Selain itu, pemerintah juga memprogram pembangunan smelter, baik terintegrasi dengan tambang maupun terpisah. Adapun, smelter yang terpisah dengan tambang dikelola oleh Kementerian Perindustrian.
“Pembangunan smelter ini adalah bukti usaha kita untuk meningkatkan nilai tambah, termasuk untuk menghasilkan bahan baku energi bersih dari mineral. Namun, tantangan yang paling besar adalah teknis, karena kita belum menguasai teknologi ini secara total,” tuturnya.