Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Krisis Energi Dunia Bisa Berdampak Buruk ke RI, Ini Penjelasannya

Krisis energi dipicu oleh pemulihan ekonomi yang pesat dari pandemi Covid-19 sehingga menyebabkan kebutuhan terhadap energi untuk industri meningkat secara pesat.
Aktivitas pemindahan muatan batu bara dari tongkang ke kapal induk dengan floating crane./indikaenergy.co.id
Aktivitas pemindahan muatan batu bara dari tongkang ke kapal induk dengan floating crane./indikaenergy.co.id

Bisnis.com, JAKARTA – Krisis energi yang belakangan ini terjadi di sejumlah negara di dunia diprediksi bisa berdampak ke Indonesia, baik secara positif dan negatif. Hal ini tergantung dengan jangka waktu terjadinya krisis.

Kepala Departemen Ekonomi Center for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia Yose Rizal Damuri dampak krisis energi yang dialami oleh negara-negara seperti China dan Inggris, bisa berdampak baik ke Indonesia untuk ekspor komoditas batu bara.

Dia mencontohkan krisis ini hampir sama dengan kondisi yang dialami oleh Indonesia pada 1970-an. Pada saat itu, kata Yose, komoditas minyak bumi dan gas alam migas mengalami booming dan menjadi komoditas ekspor andalan ketika terjadi krisis energi.

"Kalau tahun 70-an itu harga minyak, sekarang harga energi yang lain, yaitu lebih ke gas dan batu bara. Di satu sisi, Indonesia seperti di tahun 70-an akan diuntungkan karena Indonesia salah satu penghasil batu bara terbesar begitu juga dengan gas," kata Yose kepada Bisnis, Selasa (12/10/2021).

Di sisi lain, Yose melihat ada dampak buruk yang berpotensi terjadi jika krisis ini berlangsung lebih lama. Pasalnya, Yose menyebut negara-negara yang kini mengalami krisis energi juga mengalami stagflasi, atau inflasi tinggi terjadi saat ekonomi stagnan.

Pada periode 1970-an dan saat ini, negara-negara tersebut mengalami stagflasi di antaranya karena krisis energi.

Di sisi lain, Yose melihat krisis energi dipicu oleh pemulihan ekonomi yang pesat dari pandemi Covid-19 sehingga menyebabkan kebutuhan terhadap energi untuk industri meningkat secara pesat.

Hal itu menyebabkan permintaan terhadap energi meningkat tajam dan menyebabkan naiknya harga. Akibatnya, harga batu bara dan gas meningkat pesat dan menyebabkan harga listrik naik.

Pada akhirnya, kondisi stagflasi yang dipicu oleh krisis energi bisa menyebabkan penurunan permintaan dan dapat mempengaruhi kinerja ekspor Indonesia ke negara-negara tersebut. Terutama, permintaan terhadap barang-barang selain energi.

"Artinya barang-barang [produksi] kita di luar dari energi itu permintaannya akan turun. Jadi satu sisi kita dapat keuntungan dari energi. Namun di sisi lainnya ada kemungkinan dalam jangka waktu yang lebih panjang akan ada penurunan cukup jauh untuk barang-barang ekspor Indonesia lain. Jadi gak terlalu menguntungkan juga," jelas Yose.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dany Saputra
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper