Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) yang terdiri dari 290 maskapai penerbangan, menyatakan kebingungan atas aturan pembatasan perjalanan udara yang menahan pemulihan industri penerbangan yang masih rentan.
IATA menyebut pandemi Covid-19 membuat perjalanan udara jatuh ke level terburuk yang pernah ada.
"Orang ingin terbang. Kami telah melihat bukti kuat tentang itu," kata Direktur Jenderal IATA, Willie Walsh seperti dikutip ChannelNewsAsia.com, Rabu (6/10).
Namun, dia menyatakan banyak yang akhirnya tidak dapat terbang karena menghadapi pembatasan yang menghambat perjalanan internasional.
IATA memperkirakan perjalanan internasional akan meningkat dua kali lipat tahun depan dibandingkan dengan tingkat depresi yang terlihat selama pandemi. Penurunan penumpang mencapai 44 persen dari tingkat sebelum krisis 2019. Sebaliknya, perjalanan domestik diperkirakan anjlok hingga 93 persen dari tingkat pra-pandemi.
Asosiasi yang menggabungkan puluhan maskapai milik negara, menyalahkan kesenjangan dan variasi yang luas dalam hal aturan masuk ke satu negara. Begitu juga dengan persyaratan pemeriksaan di 50 pasar perjalanan udara teratas.
Bahkan beberapa pemimpin perusahaan penerbangan dan leasing yang mencoba menghadiri pertemuan tahunan industri di Boston tidak dapat melakukan perjalanan. Mereka harus meluangkan waktu ekstra untuk karantina.
Maskapai penerbangan menyerukan diakhirinya pembatasan pada pelancong yang divaksinasi dan protokol kesehatan umum di perbatasan. Padahal koordinasi global dalam penerbangan cenderung bergerak dengan kecepatan yang nyata.
"Terus terang, pemerintah tidak memudahkan maskapai penerbangan atau masyarakat yang bepergian untuk memahami aturan terbang," kata Joanna Geraghty, Presiden JetBlue.
Meskipun demikian, direktur maskapai penerbangan Emirates, Tim Clark, salah satu eksekutif paling optimis tentang prospek pemulihan setelah pembatasan berakhir, mengatakan pemesanan di pasar yang dibuka kembali seperti Inggris dan Amerika Serikat "naik secara eksponensial."
"Kondisi itu mencerminkan gelombang permintaan yang kita lihat di mana-mana," kata Tim Clark.
Dia mengatakan permintaan untuk perjalanan udara akan pulih dengan sendirinya lebih cepat dari perkiraan.