Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia tengah meyusun rencana aksi atau peta jalan untuk memastikan kesiapan seluruh pemangku kepentingan saat implementasi RCEP. Perjanjian perdagangan tersebut ditargetkan bisa mulai diterapkan pada awal 2022.
Data yang dihimpun oleh Kementerian Perdagangan menunjukkan bahwa komitmen Indonesia dalam pembebasan tarif di RCEP memang lebih rendah dibandingkan dengan sejumlah FTA yang telah dijalin Asean dengan sejumlah mitra (Asean+1 FTA).
Namun dari segi manfaat, Indonesia bisa menangkap peluang pendalaman dan penguatan rantai nilai kawasan.
“Pemerintah telah menyusun action plan atau peta jalan. Banyak adjustment dan kami mengidentifikasi apa saja tantangan di setiap bab [RCEP] yang memerlukan penyesuaian kebijakan di dalam negeri,” kata Direktur Perundingan Asean Kemendag Dina Kurniasari, Selasa (5/10/2021).
Dina mengatakan, banyak persiapan yang harus dieksekusi Indonesia, terutama jika melihat struktur partisipasi Indonesia dalam rantai nilai global (GVC) di RCEP yang masih didominasi oleh produk industri berteknologi rendah.
Kajian yang dilakukan oleh BPPP Kemendag juga memperlihatkan bahwa Indonesia lebih banyak berpartisipasi sebagai pemasok bahan baku penolong dan yang bersifat labour-intensive.
“Kita memerlukan transformasi ekspor, harus disiapkan ekspor yang berdaya saing dan bernilai tambah. Dengan regional value chain yang makin dalam dan kuat, kita harus memastikan Indonesia jadi pihak yang menang,” kata dia.
Sejauh ini, Singapura, Thailand, dan China menjadi negara peserta RCEP yang telah menyelesaikan proses ratifikasi. Perjanjian ini akan mulai efektif ketika 6 negara Asean dan 3 negara non-Asean telah menyelesaikan ratifikasi.