Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah perlu mempertimbangkan kembali rencana pemberlakuan pajak karbon dan kenaikan royalti lantaran dinilai membebani pengusaha di tengah upaya menekan emisi karbon.
Pemerintah berencana menerapkan pajak karbon mulai 2022. Pajak karbon merupakan salah satu rencana yang tertuang dalam Revisi UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan atau RUU KUP yang dibahas bersama DPR.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Batu Bara Indonesia Hendra Sinadia mengatakan bahwa perusahaan perlu dukungan pemerintah agar bisa bertahan dalam menjalani transisi energi.
Pasalnya transisi ini juga perlu melibatkan perusahaan tambang untuk mengurangi emisi karbon. Sebab itu dukungan pemerintah menjadi salah satu kunci krusial dalam transformasi ini.
"Salah satunya adalah melalui penerapan emission trading system. Ini yang perlu diimplementasikan oleh pemerinta. Dan untuk beban ke depan antara lain carbon tax dan kenaikan tarif royalti dan lain-lain itu perlu dipertimbangkan oleh pemerintah," katanya akhir pekan lalu.
Menurutnya, harga batu bara saat ini bergerak fluktuatif. Pada September tahun lalu, harga batu bara bergerak pada angka sekitar US$50 per metrik ton. Namun angka ini melonjak tajam hingga di atas US$150 per metrik ton pada September 2021.
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengakui bahwa transisi energi merupakan perkara yang tidak mudah. Upaya bersama ini menurutnya penuh dengan tantangan.
Meski begitu, kondisi tersebut dinilai menjadi sebuah kesempatan melakukan transformasi ekonomi. Misalnya, energi fosil mengekstraksi sumber dayanya untuk menjadi lebih bersih.
“Dengan melakukan transisi energi ini sebenarnya, Indonesia bisa tumbuh dengan lebih tinggi ekonominya,” katanya.
Kunci keberhasilan transisi ini menurutnya dengan merencanakan dan membuat peta jalan yang baik sebagai acuan. Selain itu, regulasi pendukung dan kepastian hukum akan sangat penting dalam mencapai tujuan netral karbon.
Selain itu, investasi energi bersih disebut masih memerlukan investasi besar. Penelitian IESR menemukan bahwa investasi yang diperlukan untuk mencapai energi bersih mencapai US$20 miliar hingga US$30 miliar per tahun hingga 2030. Angka ini akan semakin besar pada tahun selanjutnya.