Bisnis.com, JAKARTA — Australia menunjukkan komitmen yang kuat untuk meningkatkan investasi di Indonesia dalam kerangka Kesepakatan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia (IA-CEPA).
Komitmen itu terlihat setelah Menteri Perdagangan, Pariwisata dan Investasi Australia Dan Tehan membahas penguatan kerjasama dagang kedua negara bersama dengan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi di Jakarta, Rabu (29/9/2021).
Dan Tehan mengatakan investasi Australia ke Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang signifikan menyusul ratifikasi IA-CEPA pada tahun lalu. Investasi Negeri Kangguru itu menyasar pada sektor energi terbarukan, pendidikan, mineral kritis hingga manufaktur kendaraan listrik di Tanah Air.
“Investasi di sektor manufaktur kendaraan listrik, satu program yang ingin dikembangkan di Indonesia. Kita pikir, kita bisa menyuplai sejumlah komponen penting untuk membantu pengembangan kendaraan listrik di sini,” kata Dan Tehan selepas pertemuan dengan Lutfi di Jakarta, Rabu (29/9/2021).
Dan Tehan menambahkan kedua negara sepakat untuk menekan penyebaran Covid-19 menyusul rencana pembukaan perbatasan bagi kunjungan wisatawan dan pelajar antar negara.
“Sehingga kita bisa mendapatkan pelajar Indonesia kembali ke Australia dan wisatawan Australia tidak sabar kembali pelesir ke Indonesia,” kata dia.
Data yang dihimpun Kementerian Perdagangan (Kemendag) menunjukkan bahwa rata-rata nilai ekspor bulanan RI ke Australia naik dari US$189,38 juta pada kurun Januari–Juni menjadi US$228,33 juta pada kurun Juli–Desember 2020. Ekspor pada tahun tersebut mencapai US$2,5 miliar atau naik 7,63 persen dibandingkan dengan total ekspor pada 2019.
Meski ekspor naik, impor Indonesia dari Australia turun 15,75 persen. Kondisi ini pun berpengaruh pada defisit yang menyempit atau turun 32,24 persen menjadi US$2,1 miliar. Penyusutan defisit itu dianggap dipengaruhi oleh turunnya impor akibat pelemahan ekonomi nasional selama pandemi.
Ekspor terbesar Australia ke Indonesia sejauh ini didominasi oleh komoditas mentah. Di antaranya adalah batu bara dengan nilai US$610,9 juta, bijih besi senilai US$450,3 juta, sapi hidup dengan nilai US$434,8 juta dan gula senilai US$429,2 juta.
Mayoritas komoditas-komoditas tersebut diolah oleh industri di Indonesia dan diharapkan bisa mendukung kolaborasi kedua negara dalam skema economic powerhouse. Lewat skema ini, Australia diharapkan bisa memasok bahan baku yang bisa diolah Indonesia untuk menjadi produk bernilai tambah yang bisa dipasok ke negara atau kawasan ketiga seperti Afrika dan Timur Tengah.