Bisnis.com, JAKARTA — Sebanyak 33 provinsi di Indonesia tercatat belum membelanjakan anggarannya dengan optimal. Hanya Provinsi Jawa Tengah yang realisasi belanjanya lebih tinggi dari realisasi pendapatan.
Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers APBN KiTa, Kamis (23/9/2021). Dia menjelaskan bahwa hampir seluruh provinsi belum merealisasikan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) dengan maksimal.
Kementerian Keuangan mencatat bahwa pada Januari–Agustus 2021, realisasi pendapatan APBD mencapai 53,7 persen dari target. Adapun, realisasi belanja APBD hingga Agustus 2021 tercatat 44,2 persen dari target, atau terdapat selisih sekitar 9,5 persen dengan pendapatan.
"Terlihat ada daerah yang jumlah realisasi pendapatan dan belanjanya mendekati, ada daerah yang pendapatan transfernya cukup besar tapi belanjanya masih jauh lebih rendah. Mayoritas [provinsi] jumlah belanjanya lebih rendah [dari pendapatannya]," ujar Sri Mulyani, Kamis (23/9/2021).
Dia menilai bahwa pemerintah pusat melakukan transfer dana ke APBD sesuai dengan tata kelola penyaluran. Namun, pemerintah daerah masih belum membelanjakan sesuai dengan dana yang mereka terima.
Lambatnya realisasi APBD dapat berimbas secara langsung maupun tidak langsung bagi masyarakat. Menurut Sri Mulyani, salah satu dampak paling terlihat dari lambannya realisasi anggaran adalah terlambatnya penyerahan insentif tenaga kesehatan.
Dari 34 provinsi di Indonesia, hanya Jawa Tengah yang mencatatkan realisasi belanja di atas realisasi pendapatan, yakni selisih 0,63 persen. Sebaliknya, Provinsi Banten mencatatkan realisasi belanja paling kecil dibandingkan pendapatannya, yakni terpaut selisih 19,7 persen.
Lambatnya realisasi belanja APBD turut terlihat dari naiknya simpanan dana pemerintah daerah di perbankan. Kementerian Keuangan mencatat bahwa pada Agustus 2021, simpanan pemerintah daerah sebesar Rp178,95 triliun naik 3,01 persen (month-to-month/mtm) atau Rp5,22 triliun.
Kementerian Keuangan pun mencatat bahwa masih terdapat provinsi dengan nilai simpanan yang lebih besar dibandingkan dengan biaya operasional tiga bulan ke depan. Selisih tertinggi dicatatkan oleh Jawa Timur (Rp9,9 triliun), Aceh (Rp4,3 triliun), dan Jawa Tengah (Rp4,2 triliun).
"Pemanfaatan kas di daerah perlu lebih optimal," ujar Sri Mulyani.