Bisnis.com, JAKARTA — Sekjen Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiono menilai negatif rencana perluasan cukai pada minuman bergula dalam kemasan, plastik dan peralatan makan-minum sekali pakai yang tengah digodok dalam Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2022.
Fajar mengatakan perluasan cukai itu justru menguntungkan impor barang jadi plastik dari luar negeri. Konsekuensinya, utilitas industri plastik dalam negeri diproyeksikan berada di bawah 50 persen alias terhambat akibat meningkatnya peradaran barang jadi plastik impor.
Berdasarkan catatan Inaplas, barang jadi plastik impor yang sudah masuk ke Indonesia tahun lalu mencapai 1 juta ton dari kebutuhan bahan baku plastik nasional mencapai 7,2 ton. Perluasan cukai itu, menurut Fajar, bakal meningkatkan impor barang jadi plastik ke pasar domestik.
“Perbatasan Indonesia kan banyak belum lagi masuk kapal-kapal itu di mana harga dalam negeri pasti lebih mahal, harga luar negeri lebih murah,” kata Fajar melalui sambungan telepon kepada Bisnis, Selasa (21/9/2021).
Misalkan, dia mencontohkan, kemasan es krim Walls yang diproduksi PT Unilever Indonesia Tbk. dibuat di Filipina. Alasannya, adanya cukai pada plastik di dalam negeri yang membuat biaya produksi lebih tinggi.
“Industri dalam negeri bakal injury, utilitasnya bakal turun otomatis pabriknya akan mengurangi produksi, karyawannya,” kata dia.
Baca Juga
Sebelumnya, perluasan atau ekstensifikasi barang kena cukai dinilai perlu dilakukan untuk meningkatkan pendapatan negara. Beberapa objek barang yang diproyeksikan akan kena cukai adalah plastik serta makanan dan minuman berpemanis atau MMDK.
Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan Nirwala Dwi Heryanto menjelaskan bahwa sejak Undang-Undang 11/1995 tentang Cukai berlaku, hingga 2021 ini objek kena cukai baru terbatas pada tiga jenis barang, yaitu etil alkohol, minuman mengandung etil alkohol, dan produk hasil tembakau.
Selama 26 tahun itu, pendapatan cukai hasil tembakau mendominasi pendapatan cukai hingga lebih dari 90 persen setiap tahunnya. Kenaikan cukai yang kian tinggi sejalan dengan wacana pemerintah untuk menetapkan perluasan obyek cukai, dengan menambahkan plastik sebagai barang kena cukai pada 2022.
“DPR telah menyetujui cukai kantong plastik, berikut dengan cukai kemasan dan wadah plastik, cukai diapers, cukai alat makan dan minuman sekali pakai. Sedangkan penambahan cukai untuk MMDK belum disetujui,” ujar Nirwala pada Kamis (2/9/2021).
Nirwala memaparkan bahwa prevalensi Diabetes Melitus di Indonesia meningkat hingga 30 persen dalam kurun 2013–2018. Pertumbuhan obesitas di Indonesia pun menduduki peringkat ketiga tertinggi di Asia Tenggara pada rentang waktu 2010–2014, yakni 33 persen. “Melihat data tersebut, MMDK berpotensi dikenakan cukai,” ujarnya.
Di tengah pandemi yang belum usai, pemerintah berupaya untuk mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional guna memperbaiki outlook defisit. Dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2021, pendapatan negara ditargetkan sebesar Rp1.743,6 triliun.
Pendapatan cukai ditargetkan mencapai Rp180 triliun atau 10 persen dari pendapatan negara. Peningkatan terbear target cukai diperkirakan akan terjadi pada 2022 mendatang, yakni naik hingga 11,9 persen dari target tahun ini.