Bisnis.com, JAKARTA – Pembangunan Kereta Cepat Jakarta – Bandung dinilai memerlukan kajian secara holistik baik dari sarana dan prasarana hingga menentukan profil penggunanya agar bisa beroperasi secara berkelanjutan.
Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (Instran) Deddy Herlambang mengatakan pembelajaran yang dapat diambil dari minimnya okupansi KA Bandara Jakarta kendati lokasinya berada di tengah kota (Sudirman). Tak hanya itu, KA bandara juga telah terintegrasi fisik dengan KRL dan BRT masih minim okupansinya.
"Membangun infrastruktur transportasi KA tidak hanya membangun atau mempersiapkan sarana dan prasarana saja namun wajib mempersiapkan calon penggunanya juga. Menentukan profil pengguna yang akan menggunakan kereta cepat secara pasti dalam skema transportasi berkelanjutan, harus dikaji secara holistik," katanya Sabtu (18/9/2021).
Dia memprediksi ada empat segmen calon pengguna yang dibidik oleh proyek Kereta Cepat Jakarta – Bandung, yaitu pengguna eksisting KA Parahyangan, pengguna mobil pribadi, pengguna travel dan pengguna bus umum. Namun, apabila yang dibidik nantinya segmen pengguna jalan tol akan sulit untuk menyasar keberangkatan kereta cepat dari Halim.
Kemungkinan besar, lanjutnya, hanya masyarakat dengan radius 10 km dari stasiun kereta Cepat Jakarta-Bandung di Halim yang paling berpeluang menggunakan kereta cepata tersebut. Sementara masyarakat yang berada di Jakarta Pusat, Jakarta Barat atau Jakarta Selatan akan lebih suka menggunakan mobil pribadi atau travel-travel yang telah ada.
“Jangan sampai terjadi yang disasar pengguna Kereta Cepat adalah segmen pengguna KA Parahyangan dan juga jangan pula KA Parahyangan ditutup guna mengalihkan penumpangnya ke Kereta Cepat. Kereta Cepat dan KA Parahyangan segmentasinya berbeda,” ujarnya.
Baca Juga
Deddy menuturkan tarif yang dibandrol kereta cepat sejak 2016 adalah Rp200.000 bila tidak berubah nantinya sedangkan tarif berada di kisaran KA Parahyangan Rp75.000 - Rp 120.000. Dengan demikian dapat dipetakan bahwa kereta cepat menyasar segmentasi sosial menengah ke atas dan KA Parahyangan untuk sosial menengah ke bawah.
Sementara itu, dari sisi kebutuhan transportasi pun saat ini sampai 10 tahun mendatang belum mendesak untuk pilihan HSR Jakarta-Bandung, karena masih ada jalan tol bahkan tol layang, jalan raya reguler dan KA Parahyangan (KA legenda Bumi Priangan).
Dia berpendapat akan lebih efisien apabila lintas KA Parahyangan tersebut dilakukan revitalisasi jalur KA. Mengingat pada 1995 Perumka pernah meluncurkan program JB 250 dengan nama KA Argo Gede, yang traveling time hanya 2,5 jam Jakarta Gambir – Bandung, namun sekarang mencapai 3 jam lebih.