Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PPN Sembako Masih Jadi Polemik, Penjelasan Rinci Pemerintah Dinanti

Pemerintah sendiri diketahui telah membatalkan PPN untuk bahan pokok (sembako) dalam skema Pajak Pertambahan Nilai baru. Sayangnya, penjelasan rinci terkait dengan hal ini masih dinanti banyak pihak.
Suasana produksi susu di pabrik PT Greenfields Indonesia, Malang. /greenfields
Suasana produksi susu di pabrik PT Greenfields Indonesia, Malang. /greenfields

Bisnis.com, JAKARTA — Terdapat sebelas jenis barang kebutuhan pokok yang berpotensi dikenakan pajak pertambahan nilai atau PPN, seiring berlanjutnya pembahasan Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan atau RUU KUP.

Peneliti Center of Food, Energy, and Sustainable Development Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rusli Abdullah menjelaskan bahwa dalam RUU KUP tertulis klausul barang kena pajak adalah barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak. Penjelasan itu merujuk kepada Undang-Undang (UU) 11/2020 tentang Cipta Kerja.

Dalam UU Cipta Kerja, terdapat sebelas jenis barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak. Kesebelas jenis barang itu sebelumnya dikecualikan dari PPN, tapi ketentuannya berubah dalam RUU KUP.

Pasal 44E RUU KUP menjabarkan bahwa ketentuan ayat (2) Pasal 4A UU Cipta Kerja mengalami perubahan, yakni penghapusan sebelas jenis barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak dari pengecualian PPN. Rusli menilai bahwa hal tersebut membuat kesebelas jenis barang pokok berpotensi dikenakan PPN.

"Ini menunjukkan bahwa barang-barang yang dijual di pasar tradisional dan abang-abang gerobak akan kena PPN, kalau klausul di huruf ini dihapuskan. Sampai saat ini belum ada penjelasan [lebih rinci] mengenai kebutuhan pokok tersebut dari pemerintah," ujar Rusli dalam diskusi bertajuk Penerimaan Cekak, Sembako Kena Pajak? yang berlangsung pada Selasa (14/9/2021).

Berikut sebelas jenis barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak yang dihapuskan dari pengecualian PPN berdasarkan ketentuan RUU KUP:

1. Beras

2. Gabah

3. Jagung

4. Sagu

5. Kedelai

6. Garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium

7. Daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus

8. Telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan, atau dikemas

9. Susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun

dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas atau tidak dikemas

10. Buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, digrading,

dan/atau dikemas atau tidak dikemas

11. Sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayruran segar yang dicacah.

Komisi XI DPR RI sebelumnya menyuarakan pendapatnya terhadap pembahasan Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) yang diajukan oleh pemerintah.

Tidak sedikit yang merespon secara spesifik terhadap rencana pemerintah untuk mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas barang kebutuhan pokok atau sembako, jasa pendidikan atau sekolah, dan jasa kesehatan.

Meskipun seluruh fraksi menyetujui RUU KUP untuk dibahas lebih lanjut di dalam Panitia Kerja (Panja), sejumlah fraksi menyuarakan penolakan terhadap kebijakan pungutan PPN atas barang dan jasa yang banyak dikonsumsi masyarakat.

Pemerintah sendiri diketahui telah membatalkan PPN untuk bahan pokok (sembako) dalam skema Pajak Pertambahan Nilai baru.

Keputusan tersebut tertuang di dalam Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kelima Atas UU No. 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Perubahan skema pungutan untuk kebutuhan dasar masyarakat ini dilandasi oleh desakan banyak kalangan dan mempertimbangkan besarnya konsumsi untuk barang tersebut.

Dengan demikian, kebutuhan pokok tetap menjadi barang kena pajak (BKP), namun mendapatkan fasilitas dalam bentuk tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau PPN.



Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper