Bisnis.com, JAKARTA - Beban biaya baru mesti ditanggung oleh PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) pasca putusan kalah dalam gugatan pembayaran uang sewa pesawat di Pengadilan Arbitrase Internasional (LCIA) untuk membayar seluruh kewajibannya kepada Goshawk Aviation.
Ketua Masyarakat Hukum Udara Andre Rahadian mengatakan dengan adanya putusan LCIA tersebut, jelas memberatkan posisi maskapai pelat merah tersebut. Namun, dia juga masih mencermati tindakan lebih lanjut yang bakal dilakukan oleh lessor atas aset GIAA yang saat ini sebagian besar ada di Indonesia.
“Putusan LCIA tersebut juga kemungkinan bisa menjadi alasan dan digunakan oleh lessor lain untuk mengambil langkah serupa bergantung bagaimana penindakan dari putusan tersebut. Kondisi default ini dialami oleh seluruh maskapai di Indonesia,” ujarnya, Senin (13/9/2021).
Selain itu, putusan LCIA juga masih harus ditinjau lebih lanjut karena harus melalui proses pendaftaran. Termasuk melalui proses keberatan pada saat eksekusi. Apalagi dengan kewajiban kepada lessor kebanyakan tidak memiliki hak previlage/hak istimewa.
Di sisi lain, lanjutnya, Garuda, juga tengah menghadapi permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Indonesia. PKPU ini, sebutnya, bisa menjadi tameng perlindungan bagi Garuda tetapi juga bisa memberatkan apabila nantinya restrukturisasi tidak tercapai karena putusan arbitrase tersebut.
“PKPU Masih berlangsung dan kami masih belum lihat proposal restrukturisasi yang diajukan Garuda selama proses PKPU ini,” imbuhnya.
Baca Juga
Atas kondisi yang dialami oleh maskapai dengan jenis layanan penuh tersebut, dia pun menyarankan agar segera adanya bantuan dari pemerintah kepada sektor penerbangan. Baik bantuan likuiditas maupun fasilitas operasional yang memungkinkan lembaga usaha sektor penerbangan bertahan.
Dalam keterangannya, Kementerian BUMN telah meminta manajemen GIAA untuk mendalami langkah lanjutan yang mesti dilakukan menghadapi tuntutan tersebut. Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menjelaskan Garuda diminta untuk memetakan dampak hal tersebut kepada operasional perusahaan.
“Kami juga tanya apa ini mempengaruhi operasional, sama sekali enggak mempengaruhi operasional Garuda, jadi jalan terus dan kita minta mereka pelajari detail supaya tau langkah terbaik nanti apa yang akan dilakukan," terangnya.
Sebagai informasi, Goshawk Aviation merupakan perusahaan lessor pesawat. Lewat anak usahanya Helice yang berbasis di Dublin, Irlandia dan lessor lain dalam satu grup usaha, Atterisage, menjadi pihak penggugat arbitrase di LCIA.
Kasus ini bermula pada tanggal 27 Maret 2020 ketika salah satu lessor Garuda yaitu Helice Leasing S.A.S mengajukan permohonan kepada Pengadilan Belanda untuk melakukan sita jaminan atas dana yang ada pada rekening perusahaan di Amsterdam dan telah dikabulkan oleh Pengadilan Belanda. Helice juga mengajukan gugatan pokok perkara kepada perusahaan di Pengadilan London.
Akan tetapi pada 20 Januari 2021, Pengadilan London mengabulkan eksepsi kompetensi absolut (challenge of jurisdiction) yang diajukan oleh Garuda dengan pertimbangan bahwa Pengadilan London tidak berwenang untuk memeriksa gugatan ini, melainkan merupakan kewenangan London Court atau LCIA.
Helice dan lessor lain yang berada dalam satu manajemen, yaitu Atterissage, kemudian mengajukan gugatan arbitrase di LCIA pada tanggal 16 Februari 2021, dan memperbaharui permohonan sita jaminan yang pernah diajukan sebelumnya.