Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengakui masih ada sejumlah tantangan dalam pengembangan energi baru terbarukan, khususnya pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap di Indonesia.
Direktur Aneka Energi Baru dan Terbarukan Kementerian ESDM Chrisnawan Anditya mengatakan setidaknya ada lima tantangan yang harus dihadapi untuk mengembangkan PLTS atap di dalam negeri.
Pertama, kemampuan industri solar PV dalam negeri yang baru pada tahap assembly atau perakitan, termasuk modul surya atau solar cell masih diimpor dari luar negeri.
“Industri kita ini masih sistemnya assembly, belum bisa memproduksi [komponen] a to z,” katanya aat webinar refleksi empat tahun gerakan nasional sejuta surya atap (GNSSA), Senin (13/9/2021).
Kedua, pengembangan industri solar PV dalam negeri masih dalam skala ekonomi yang kecil. Kondisi tersebut berdampak pada harga panel surya dalam negeri lebih mahal 30–45 persen dibandingkan dengan modul surya impor.
Ketiga, salah satu komponen PLTS yang penting yakni inverter masih belum dapat diproduksi di Indonesia. Hal itu menjadikan komponen tersebut masih harus dipasok dari luar negeri.
Keempat, teknologi penyimpanan seperti baterai masih cukup mahal. Situasi tersebut membuat PLTN belum dapat dijadikan pembangkit baseload seperti pembangkit tenaga fosil yang dapat beroperasi 24 jam.
Di sisi lain, PLTS dengan baterai dinilai menjadi solusi untuk permasalahan intermittent. Sementara itu masalah kelima, kemampuan produksi dalam negeri masih terbatas untuk mendukung PLTS skala besar.
Menurut Chrisnawan, kementerian telah melakukan sejumlah upaya untuk meningkatkan minat masyarakat pada PLTS, salah satunya memberikan sinyal kepada produsen dalam negeri terkait penyediaan pasar.
Dia menerangkan bahwa sinyal yang dimaksud adalah rencana akan dibangun PLTS dengan daya 3,6 gigawatt (GW) pada 2025. Rencana itu menurutnya, harus direspon pelaku bisnis secara matang.
“Menciptakan pasar PLTS dengan meningkatkan kapasitas pengembangan PLTS dalam kebijakan dan perencanaan,” katanya.
Kemudian, pemerintah akan merencanakan peningkatan PLTS melalui Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021–2030. Pemerintah juga telah berencana untuk membangun PLTS terapung dengan daya 6,4 GW.
“ini untuk mengembangkan kapabilitasnya dalam memenuhi kebutuhan dan jangka waktu proyek tersebut,” terangnya.
Selain itu, pemerintah juga berupaya meningkatkan kualitas modul surya melalui kewajiban SNI serta menjalin komunikasi dengan kebijakan terkait kebijakan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN).