Bisnis.com, JAKARTA — Terjadinya berbagai gejolak perekonomian dalam beberapa tahun terakhir dinilai membuat investor global lebih tertarik kepada investasi jangka pendek.
Padahal, Indonesia saat ini lebih membutuhkan investasi jangka panjang untuk mendorong sektor riil dan proyek strategis.
Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani menjelaskan bahwa dalam rentang 2008–2020 setidaknya terdapat tujuh momentum yang menyebabkan gejolak ekonomi global. Amatannya berawal pada 2008 saat terjadi krisis keuangan global dan krisis minyak.
Empat tahun berselang, pada 2012 terjadi krisis utang Uni Eropa dan setahun setelahnya terjadi taper tantrum. Sandungan kembali berlanjut pada 2015 dengan adanya krisis minyak dunia, hingga pada 2018 terdapat penyesuaian suku bunga acuan The Fed.
Pada 2019 tensi perekonomian global meningkat seiring adanya perang dagang Amerika Serikat dan China, yang kemudian semakin berat dengan adanya pandemi Covid-19 hingga saat ini.
Aviliani menilai bahwa berbagai kasus itu membuat investor global berpandangan bahwa krisis terjadi dalam rentang waktu yang lebih pendek. Alhasil, mereka pun cenderung lebih memilih investasi jangka pendek.
Baca Juga
"Sepanjang 2008–2019 gejolak ekonomi dunia bersumber dari sektor keuangan, energi, maupun perdagangan dan 2020 pandemi. Investor melihat krisis lebih pendek, investasi lebih ke jangka pendek, lihat saja penawaran obligasi laku," ujar Aviliani dalam diskusi bertajuk Investasi, Nilai Tambah, dan Kesinambungan Pembangunan pada Rabu (8/9/2021).
Dia menilai bahwa tren itu dapat menghambat perolehan investasi jangka panjang Indonesia. Akibatnya, kebutuhan investasi di sektor riil dan proyek strategis dapat lebih sulit terpenuhi.
Aviliani menilai bahwa pemerintah perlu memberikan jaminan bagi para investor jika hendak menarik kontrak-kontrak jangka panjang. Tanpa jaminan, diperkirakan investasi yang datang dalam beberapa waktu ke depan merupakan jangka pendek.
"Kalau mereka [investor] disuruh full investasi secara penanaman modal asing [PMA] kelihatannya beberapa tahun ini cukup menurun," ujarnya.