Bisnis.com, JAKARTA – Produksi semen nasional mengalami tantangan baru di pertengahan 2021 akibat naiknya harga batu bara. Tantangan baru tersebut mengancam produksi semen nasional yang bergantung pada permintaan global sepanjang tahun ini.
Asosiasi Semen Indonesia (ASI) mencatat, harga batu bara untuk industri semen saat pengiriman atau freight on board (FoB) telah naik 60 persen secara tahunan per Juli 2021. ASI memprediksi harga batu bara untuk industri semen akan menjadi dua kali lipat pada akhir tahun.
“Hal ini akan menjadi ancaman serius bagi kelangsungan industri semen, karena harga batu bara adalah sekitar 35–40 persen dari total biaya produksi,” kata Ketua Umum ASI Widodo Santoso kepada Bisnis, Senin (6/9/2021).
Widodo menilai, pemerintah perlu memberikan perhatian serius terhadap kenaikan harga batu bara tersebut. Pasalnya, permintaan semen di pasar domestik mulai menunjukkan perlambatan permintaan.
Widodo mendata, konsumsi semen di Pulau Jawa yang telah naik per Juni 2021 secara tahunan kembali susut. Menurutnya, permintaan di Pulau Jawa turun 5,5 persen secara tahunan per Juli 2021 menjadi 2,85 juta ton.
Selain itu, konsumsi di kawasan Maluku dan Papua juga turun 9,2 persen menjadi sekitar 151.000 ton. Penurunan tersebut merupakan pertama kalinya di Maluku dan Papua setelah 6 bulan berturut-turut mencatatkan kinerja positif.
Pertumbuhan permintaan tertinggi terjadi di Pulau Sulawesi, yakni sebanyak 40 persen menjadi sekitar 578.000 ton. Sementara itu, permintaan di Pulau Sumatra tumbuh tipis 0,9 persen menjadi 1,16 juta ton.
Alhasil, permintaan semen secara nasional per Juli 2021 hanya dapat tumbuh tipis 0,5 persen menjadi 5,46 juta ton. Adapun, konsumsi selama Januari–Juli 2021 mencapai 34,46 juta ton atau tumbuh 6,2 persen secara tahunan.
“Semoga kinerja industri semen bisa membaik dengan catatan ada kebijakan harga batu bara dalam negeri dari pemerintah,” ucapnya.