Bisnis.com, JAKARTA – PT Bukalapak.com Tbk. (BUKA) melaporkan kinerja positif untuk semester I/2021. Perseroan juga mengungkapkan adanya kenaikan pesat pada transaksi di luar wilayah tier 1.
Perusahaan menyebutkan Total Processing Value (TPV) selama kuartal II/2021 tumbuh sebesar 56 persen dan semester I/2021 tumbuh 54 persen secara tahunan, masing-masing menjadi Rp29,4 triliun dan Rp 56,7 triliun.
Pertumbuhan TPV perseroan didukung oleh kenaikan jumlah transaksi sebesar 15 persen persen dan kenaikan sebesar 34 persen pada Average Transaction Value (ATV) sepanjang semester I/2020 sampai semester I/2021.
Sebanyak 75 persen TPV perseroan selama semester I/2021 berasal dari luar daerah Tier 1 di Indonesia. Kawasan ini menunjukkan penetrasi dagang el dan tren digitalisasi warung-warung kecil ritel terus menunjukkan pertumbuhan yang kuat.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengemukakan porsi pasar dagang-el di luar wilayah metropolitan dan di luar Pulau Jawa hanya berkisar di angka 6 sampai 10 persen. Dia menilai pertumbuhan yang besar pada pasar dagang-el di luar Jawa adalah hal yang lumrah karena basis yang rendah.
“Akan berbeda misalnya ketika terjadi di Jabodetabek, kenaikan signifikan bisa menjadi indikator adanya pertumbuhan volume transaksi dagang-el,” katanya.
Porsi besar TPV di luar wilayah tier yang diperlihatkan oleh Bukalapak, menurut Bhima, adalah bagian dari strategi perusahaan mengingat persaingan di Pulau Jawa sudah ketat.
“Pasar di Jawa sudah didominasi top e-commerce lain seperti Tokopedia dan Shopee. Bukalapak tidak mungkin head to head dengan pemain yang market share-nya lebih besar apabila bermain di business to consumer dan consumer to consumer. Mereka harus mencari segmen yang belum banyak pesaing, salah satunya dengan pendekatan ke warung di luar Jawa,” papar Bhima.
Pasar dagang-el di luar Jawa sendiri disebut Bhima masih menantang karena infrastruktur jaringan internet yang belum merata dan stabil, serta biaya logistik yang cenderung lebih tinggi.
“Selain itu literasi digital tidak setinggi penduduk di Jawa dan pemanfaatan internet untuk pembayaran digital masih rendah,” kata dia.
Kepala Center of Industry, Trade, and Investment Indef Andry Satrio mengemukakan pertumbuhan transaksi di luar Jawa menjadi sinyal positif mengingat infrastruktur pendukung ekosistem digitalnya belum seperti wilayah Jawa.
“Namun perlu dilihat apakah kondisi pasar di luar Jawa ini konsisten. Dari sisi demografik siapa yang membeli? Apakah penjual atau pembeli saja. Apakah perdagangannya lintas pulau atau hanya di dalam pulau, itu perlu diperhatikan,” kata dia.
Di sisi lain, dia menyoroti pentingnya pembangunan infrastruktur untuk mengiringi adopsi ekonomi digital yang lebih siap di luar Jawa. Tanpa infrastruktur yang memadai, dia mengatakan kehadiran ekonomi digital justru bisa memicu ketimpangan antardaerah.
“Jangan sampai pola online justru menimbulkan ketimpangan baru antara yang sudah mature dan yang masih membangun, akses digital jangan malah timpang. Saya kira ini faktor kunci bagi daerah di luar Jawa untuk berkembang ke depan,” kata Andry.