Bisnis.com, JAKARTA - Upaya untuk mengurangi penggunaan batu bara seiring dengan langkah global melakukan transisi menuju energi bersih berpotensi memberikan dampak ekonomi dan keuangan terhadap Indonesia sebagai salah satu produsen batu bara terbesar di dunia. Salah satu risiko yang perlu dimitigasi adalah semakin tingginya risiko aset terdampar (stranded assets) pada pertambangan batu bara dan PLTU.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menilai investasi dari luar negeri akan berperan signifikan dalam pembangunan jaringan modern energi terbarukan dan mengatasi risiko ekonomi dan sosial dari transisi energi.
“Upaya diversifikasi ekonomi sebagai bagian dari mitigasi risiko transisi energi harus segera disiapkan,” kata Fabby, dalam siaran pers dikutip, Senin (30/8/2021).
IESR memandang agar Indonesia segera memberikan sinyal yang jelas dalam melaksanakan kebijakan perubahan iklim, seperti penetapan emission peak, strategi phase out PLTU, dan pelaksanaan instrumen nilai ekonomi karbon.
Komitmen negara maju sudah terlihat seperti Jerman yang akan melakukan penghentian penggunaan batu bara sebelum 2038. Tidak hanya itu, negara-negara yang menjadi sumber pendanaan batu bara seperti Korea dan Jepang juga telah mengumumkan akan menghentikan pendanaan mereka di luar negeri untuk proyek batubara. Secara khusus, Jepang menyatakan tidak akan mendanai PLTU yang tidak memiliki teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (CCS/CCUS).
Bergesernya investasi menuju energi terbarukan yang dilakukan oleh negara maju akan mempengaruhi sektor ekonomi dan keuangan di negara berkembang, seperti Indonesia.
Baca Juga
“Mengenai potensi risiko tersebut telah disampaikan oleh Task Force on Climate-related Financial Disclosures (TCFD). Salah satu dampak finansial dari transisi energi adalah aset terdampar, di mana aset sektor batu bara mengalami devaluasi bahkan menjadi tidak dapat digunakan,”ujar Hadi Prasojo, penulis kajian Coal as Stranded Assets: Potential Climate-related Transition Risk and Its Financial Impacts to Indonesia Banking Sector.
Kapasitas PLTU yang terus meningkat di Indonesia akan berpotensi menghasilkan aset terdampar. Kajian IESR mengestimasikan nilai aset terdampar PLTU Indonesia sebesar US$26 miliar untuk mencapai bebas emisi 2050.
Adapun, strategi pemerintah untuk tetap mengembangkan industri hilir batu bara akan semakin menambah potensi aset terdampar di masa depan, terutama karena kelayakan ekonomi dari proyek hilirisasi tersebut masih diragukan dengan perlunya berbagai insentif dari pemerintah.
Industri hulu atau pertambangan batu bara juga berpotensi menjadi stranded assets sebab cadangan batu bara tidak bisa digali terus menerus serta harus tetap berada di bawah permukaan bumi.
Agar risiko aset terdampar di industri batu bara tidak mengancam stabilitas keuangan nasional, pemerintah perlu segera mengeluarkan beberapa kebijakan seperti dukungan terhadap proyek hijau dan melibatkan faktor lingkungan, sosial, dan tata kelola perusahaan (ESG) dalam kriteria kelayakan aset.