Bisnis.com, JAKARTA - Perusahaan pengiriman peti kemas terbesar di dunia, A.P. Moller - Maersk A/S menginvestasikan US$1,4 miliar atau sekitar Rp20,17 triliun untuk pengadaan armada yang lebih ramah lingkungan.
Maersk telah memesan delapan kapal baru, masing-masing seharga US$175 juta, yang dapat digerakkan dengan metanol alih-alih bahan bakar berbasis minyak. Kapal-kapal itu akan memulai pengiriman pada 2024.
"Kami tidak percaya pada lebih banyak bahan bakar fosil. Banyak pelanggan kami sangat, sangat mendukung ini," kata Morten Bo Christiansen, Wakil Presiden dan Kepala Dekarbonisasi, dilansir Bloomberg, Rabu (25/8/2021).
Sektor pengapalan yang menjadi tulang punggung perdagangan global, menyumbang hampir 3 persen dari emisi karbon dioksida hasil aktivitas manusia. Tingkat tersebut telah naik dalam beberapa tahun terakhir, menurut data dari Organisasi Maritim Internasional (IMO).
Pada 2050, badan Perserikatan Bangsa-Bangsa menginginkan total emisi gas rumah kaca pengiriman setidaknya berkurang setengahnya dibandingkan dengan 2008. Tahun lalu, aturan IMO yang dirancang untuk mengekang polusi udara dengan membatasi kandungan belerang dari bahan bakar laut, mulai berlaku.
Maersk bukan satu-satunya perusahaan pengiriman yang mulai melakukan transisi. Pemilik kapal tanker minyak Euronav NV telah memesan kapal baru yang suatu hari nanti dapat beroperasi dengan menggunakan amonia atau gas alam cair.
Pedagang komoditas Cargill Inc. mengatakan pihaknya berencana untuk menambahkan layar sayap ke beberapa armadanya.
Pada Februari, Maersk mengatakan semua kapal baru di masa depan akan dapat menggunakan bahan bakar netral karbon. Perusahaan juga mengumumkan peluncuran kapal kontainer kecil yang dapat berjalan dengan metanol yang bersih pada 2023.
"Ini adalah sinyal kuat bagi produsen bahan bakar bahwa permintaan pasar yang cukup besar untuk bahan bakar hijau di masa depan muncul dengan cepat," kata kepala eksekutif Maersk, Soren Skou.
Lebih dari setengah dari 200 pelanggan terbesar perusahaan telah menetapkan target berbasis sains atau nol karbon untuk rantai pasokan mereka atau sedang dalam proses melakukannya, menurut sebuah pernyataan.
Kapal baru, yang dibangun oleh Hyundai Heavy Industries Co., mewakili sekitar 3 persen dari total kapasitas kontainer Maersk. Mereka akan mengganti kapal yang lebih tua di armada perusahaan, menghemat sekitar satu juta ton karbon dioksida per tahun. Maersk memiliki opsi untuk mengirimkan empat kapal lagi pada 2025.
Perusahaan mengakui tantangannya adalah menemukan metanol netral karbon yang cukup untuk kapal. Biaya desain tambahan untuk dapat menggunakan metanol dan bahan bakar laut rendah sulfur yang diturunkan dari minyak konvensional akan berada di kisaran 10 persen hingga 15 persen dari total harga kapal.
Maersk berencana untuk menggunakan e-methanol netral karbon, atau bio-methanol berkelanjutan, sesegera mungkin pada kapal baru.
Namun demikian, berlayar secara ramah lingkungan tidaklah murah. Metanol bersih yang dapat dibakar oleh kapal setidaknya dua kali lebih mahal dari bahan bakar minyak berbasis fosil yang sangat rendah sulfur. Dalam tarif angkutan normal, menggandakan harga bahan bakar berarti kenaikan tarif sekitar 15 persen.
"Menjadi jelas bahwa ada permintaan untuk pengiriman tanpa emisi, terutama di antara perusahaan barang konsumsi besar,” kata Johannah Christensen, kepala eksekutif Forum Maritim Global, sebuah organisasi nirlaba yang berfokus pada pengiriman berkelanjutan.
Untuk sepenuhnya mendekarbonisasi pengiriman internasional pada 2050 dunia juga akan membutuhkan hidrogen dan amonia untuk membantu menggantikan 250 juta hingga 300 juta ton minyak yang digunakan industri setiap tahun.