Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini Alasan PUPR Belum Masif Gunakan Aspal Alternatif

Produk sekunder yang dimaksud adalah sampah plastik, slag baja, slag besi, slag nikel, maupun fly ash bottom ash (FABA). Adapun, pemerintah hanya akan menggunakan bahan baku tersebut dalam proyek tertentu.
Proses pengaspalan /Kementerian BUMN
Proses pengaspalan /Kementerian BUMN

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyatakan tidak akan menggunakan komponen konstruksi yang berasal dari produk sekunder sektor manufaktur maupun energi dalam seluruh konstruksi jalan nasional.

Produk sekunder yang dimaksud adalah sampah plastik, slag baja, slag besi, slag nikel, maupun fly ash bottom ash (FABA). Adapun, pemerintah hanya akan menggunakan bahan baku tersebut dalam proyek tertentu.

"Secara prinsip bisa dipakai. Spesifikasi [penggunaanya] sudah ada, kontraknya ada, teknologinya siap. Tapi, ini sekali lagi isunya lingkungan, bukan untuk memperkuat jalan," kata Direktur Bina Teknik Jalan dan Jembatan Kementerian PUPR Nyoman Suayarna kepada Bisnis Rabu (25/8/2021).

Nyoman mengatakan produk-produk sekunder tersebut dapat memperkuat konstruksi jalan. Namun demikian, lanjutnya, produk tersebut tidak akan digunakan secara masal karena biaya logistik dan homogenitas bahan baku.

Balai Bahan Jalan Kementerian PUPR pada 2018 menemukan bahwa pencampuran sampah plastik sebesar 5 persen pada aspal dapat meningkatkan stabilitas dan kekuatan jalan hingga 40 persen. Namun demikian, Nyoman menilai penggunaan aspal plastik dari sampah plastik memiliki risiko retak yang tinggi.

Nyoman menjelaskan hal tersebut disebabkan oleh karakteristik produsi kantong plastik yang berbahan baku plastik daur ulang. Alhasil, risiko homogenitas pada sampah plastik cukup tinggi.

Namun demikian, Nyoman mengatakan pihaknya telah berinovasi untuk memperkuat jalan nasional menggunakan plastik. Secara spesifik, Nyoman telah mencampurkan polimer berupa plastomer sintetis pada aspal, yakni styrene butadine styrene (SBS).

Sementara itu, Nyoman menilai penggunaan produk sekunder lainnya sebagai bahan baku jalan secara nasional hanya akan menambah biaya produksi. Pasalnya, slag baja, slag besi, slag nikel, maupun FABA memiliki biaya logistik yang tinggi.

"Efisien kalau [lokasi proyek] dekat dengan pabriknya, tapi kalau jauh dia tidak efisien karena lebih berat dari batu," ucapnya.

Di sisi lain, Nyoman mengatakan penyerapan produk sekunder untuk konstruksi jalan oleh pemerintah merupakan solusi sementara untuk mengurangi sampah di laut. Pasalnya, lanjut Nyoman, mitigasi pengurangan sampah laut lainnya, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) dan produksi plastik ramah lingkungan belum berjalan masif.

"Apa yang bisa pemerintah kerjakan? Sementara memasukkan sampah plastik ke aspal," ujarnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper