Bisnis.com, JAKARTA — PT Pelabuhan Indonesia I (persero) atau Pelindo I memberikan gambaran perihal kondisi peti kemas isi dan kosong di Terminal Peti Kemas (TPK) Belawan menyusul isu kelangkaan kontainer yang masih terjadi.
Sekretaris Perusahaan Pelindo I Basuki Soleh mengatakan saat ini merujuk kepada data di TPK Belawan, komposisi produksi petikemas adalah 85 persen petikemas isi dan 15 persen peti kemas kosong. Dia melanjutkan untuk realisasi kontainer kosong hingga Juli 2021 bila dibandingkan dengan pada 2020 naik tipis sebesar 0,16 persen atau sekitar 58 kontainer secara tahunan (year on year/yoy).
Dia lantas memerinci dari data tersebut, realisasi kontainer kosong impor, naik sekitar 12 persen dibandingkan dengan tahun lalu. Berbeda dengan realisasi kontainer kosong ekspor, turun sekitar 21 persen dibandingkan tahun lalu pada bulan yang sama.
“Tadi gambaran soal kondisi peti kemas di TPK Belawan. Nah terkait persoalan isu peti kemas dan peranan yang bisa diambil pelabuhan dengan kebijakan merger tentunya akan lebih dulu mengikuti kebijakan manajemen merger nantinya pada akhir tahun ini,” ujarnya, Selasa (24/8/2021).
Basuki menjelaskan pada dasarnya ada komitmen dari operator pelabuhan untuk tetap memberikan pelayanan yang baik dan cepat bagi pengguna jasa. Termasuk dalam hal relaksasi pembebasan tarif dan lainnya yang sebelumnya juga diminta oleh beberapa pengguna jasa dan sudah dilakukan beberapa waktu lalu merespon dampak Covid-19 bagi pengusaha.
“Kami berharap bisa saling bahu membahu dalam memberikan solusi-solusi yang tepat bagi stakeholder atau customer,” jelasnya.
Sebelumnya, Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) dan Dewan Pemakai Jasa Angkutan Laut Indonesia (Depalindo) mendesak Presiden Joko Widodo agar menginstruksikan kepada jajaran Kementerian terkait segera menangani kasus kelangkaan peti kemas yang telah berdampak kepada naiknya tarif ocean freight.
Sekretaris Jenderal GPEI Toto Dirgantoro menjelaskan meroketnya ocean freight di tengah kelangkaan peti kemas sudah tak terkendali lagi karena hingga mencapai 500 persen hampir di seluruh rute pelayaran utama. Naiknya ocean freight, kata dia, jelas menghambat ekspor nasional yang saat ini sedang menggeliat dan diminta oleh Kepala Negara untuk digenjot.
“Kami meminta pemerintah seperti negara lainnya India dan Thailand dan lainnya campur tangan kita juga punya Komisi Pengawas Persaingan Usaha [KPPU]. Tapi pemerintah juga harus campur tangan. Kami berharap pemerintah juga bisa mengundang para liner kayak India. Mereka memberikan sanksi harus bisa menyediakan jumlah minimal kontainer kalau tidak izin berlayarnya nggak keluar,” ujarnya.