Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengamat Ungkap Alasan Pertumbuhan Ritel Online Tak Bertahan Lama

Ketika pusat belanja kembali dibuka dan pandemi dikendalikan, penjualan secara offline akan melesat lagi dan pangsa online akan turun.
Ilustrasi belanja online. - istimewa
Ilustrasi belanja online. - istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah ritel modern mencatatkan pertumbuhan dua digit untuk penjualan produk secara daring. Kenaikan ini dinilai hanya bersifat jangka pendek dan belum bisa menjadi penopang kinerja ke depannya.

Pengamat ritel sekaligus Staf Ahli Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Yongky Susilo mengatakan pertumbuhan tersebut tidak lepas dari membaiknya konsumsi yang bertepatan dengan Ramadan dan Lebaran. Sebagaimana diketahui, perekonomian bergerak tanpa pembatasan yang terlalu ketat selama periode April sampai Juni 2021.

“Pertumbuhan dua digit turut dipengaruhi low base effect pada 2020. Di sisi lain kontribusi online masih di bawah 10 persen dari total,” kata Yongky, Minggu (8/8/2021).

Yongky mengatakan pergerakan belanja secara daring bersifat sementara, sebagaimana terjadi pada 2020 yang kemudian diikuti dengan sejumlah relaksasi pada awal 2021. Kala itu, pusat belanja perlahan diizinkan beroperasi dengan kapasitas yang lebih besar.

“Ketika pusat belanja kembali dibuka dan pandemi dikendalikan, penjualan secara offline akan melesat lagi dan pangsa online akan turun. Bagaimanapun pengalaman belanja langsung tidak bisa digantikan karena online tidak memberikan experience bagi konsumen,” tambahnya.

Ke depannya, dia melihat strategi yang banyak diadopsi peritel adalah kombinasi antara penjualan secara daring dan luring, dengan kontribusi luring yang tetap lebih besar. Hal ini tidak terlepas dari fakta bahwa ekosistem perdagangan digital Indonesia, menurut Yongky, belumlah sedewasa negara lain.

Mengutip laporan Nielsen Retail Measurement Services yang dirilis pada 2017, Yongky mengatakan bahwa pangsa penjualan fast-moving consumer goods (FMCG) online di Indonesia hanya mencapai 1 persen. Sementara di negara maju seperti Amerika Serikat, angkanya mencapai sebesar 8 persen dan Singapura 7 persen. China dan Korea Selatan menjadi dua negara yang memimpin dengan besaran masing-masing 18 persen dan 20 persen.

“Di China bisa maju karena ekosistemnya sudah bagus sekali dan didukung dengan daya beli masyarakat. Sementara di Indonesia sektor dagang-el belum benar-benar diatur dari sisi harga dan pelaku, sehingga konsumen juga banyak yang berpikir sebelum belanja,” kata dia.

Yongky juga menyebutkan bahwa upaya peritel untuk menaikkan kontribusi penjualan daring akan menghadapi tantangan karena tingginya persaingan pelaku usaha di lokapasar. Para peritel tidak hanya bersaing dengan sesama pemain dari dalam negeri, tetapi juga dari luar negeri.

Sementara itu, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengatakan bahwa pemanfaatan dagang-el cenderung meningkat sejak awal pandemi 2020.

“Terlepas dari resesi ekonomi yang dihadapi Indonesia, sektor e-commerce tetap menunjukan perkembangan,” kata Oke.

Merujuk data yang dimiliki oleh Bank Indonesia 2021 yang diolah oleh BPPP Kemendag, semenjak Peraturan Pemerintah No. 80/2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) diundangkan, pertumbuhan dagang-el dia sebut tidak menghadapi hambatan.

Nilai transaksi dagang-el tercatat meningkat sebesar 29,6 persen pada 2020, dari Rp205,5 triliun menjadi Rp266,2 triliun. Selain nilai transaksi yang meningkat, volume transaksi melalui platform dagang-eil juga meningkat 94 persen dari 481,14 juta transaksi menjadi 925,86 juta transaksi.

Oke mengatakan volume transaksi diproyeksi kembali naik pada 2021 sebesar 38,17 persen menjadi 1,29 miliar transaksi.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan bahwa nilai transaksi dagang-el naik 63,36 persen sepanjang semester I/2020 secara tahunan.

Total nilai transaksi mencapai Rp186,75 triliun dan diprediksi tetap tumbuh sepanjang tahun. Sektor dagang-el tetap menunjukkan pertumbuhan signifikan terlepas dari adanya pandemi.

Pemerintah memperkirakan total transaksi dagang-el bakal naik 48,4 persen pada 2021 menjadi Rp385 triliun dibandingkan dengan total nilai pada 2020.

“Pada 2030 e-commerce diperkirakan mencapai Rp1.904 triliun. Ini sesuatu yang robust dan besar,” kata Lutfi dalam diskusi virtual, Kamis (5/8/2021).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper