Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengembang Perumahan Minta Bank Beri Perpanjangan Restrukturisasi Kredit

Saat ini, banyak perbankan yang tidak memberikan kembali restrukturisasi kredit, sehingga berdampak pada gerak pengembang properti khususnya pengembang kecil dan menengah. 
Pembangunan perumahan subsidi di Bogor, Jawa barat./Antara/Yulius Satria Wijaya
Pembangunan perumahan subsidi di Bogor, Jawa barat./Antara/Yulius Satria Wijaya
Bisnis.com, JAKARTA - Para pengembang meminta perbankan mempermudah restrukturisasi kredit di tengah pandemi covid-19. 
 
Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida mengatakan restrukturisasi kredit dari perbankan dan pengembang memang sudah dilakukan sejak awal tahun selama setahun. Namun saat ini, banyak perbankan yang tidak memberikan kembali restrukturisasi kredit, sehingga berdampak pada gerak pengembang properti khususnya pengembang kecil dan menengah menjadi terbatas dan sulit. 
 
"Kami berharap restrukturisasi kredit berlanjut lagi tahun ini karena kalau tidak akan sulit pemulihan ekonominya," ujarnya kepada Bisnis, Jumat (30/7/2021). 
Restrukturisasi kredit, lanjutnya, merupakan fasilitas dalam menangani dampak Covid-19. Para pengembang maupun konsumen KPR yang mengajukan restrukturisasi kredit mengalami peningkatan kolektibilitas menjadi 2 yang artinya dalam perhatian khusus.  Padahal, menurutnya, restrukturisasi ini merupakan kebijakan pemerintah dan memiliki aturan yang jelas tak ada perubahan kolektibilitas. 
"Yang sudah setahun perpanjangan rekstrukturisasi, sampai saat hari ini ada perbankan yang menolak lanjut pemberian restrukturisasi kepada end user maupun pengembang," ucapnya. 
 
Dia mengungkapkan banyak pengembang rumah subsidi yang mengajukan restrukturisasi kredit mengalami kenaikan level kolektibilitas sehingga tak bisa merealisasikan pembangunan rumah subsidinya. Kolektibilitas ini akan membuat pengembang akan sulit mendapatkan pinjaman kredit selanjutnya.
Menurutnya, apabila pengembang dan konsumen properti mengajukan restrukturisasi dan mendapatkan persetujuan, maka jangan dikenai kolektibilitas karena kondisi force majeure. 
 
"Padahal untuk menurunkan kolektibilitas ini butuh waktu. Intinya mau mati bersama atau hidup bersama. Mestinya antara BUMN, swasta, pemerintah harus bersama kolaborasi pemulihan ekonomi," tutur Totok. 
Ketua Umum DPP Himpunan Pengembang Pemukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra) Endang Kawidjaja menuturkan banyak pengembang yang tidak mendapatkan persetujuan restrukturisasi kredit perbankan tahun ini. 
 
"Februari sampai Juni 2020 banyak yang mengajukan dan disetujui perbankan karena ada perlindungan dari OJK. Untuk tahun ini, tidak banyak disetujui," katanya. 
CEO Indonesia Property Watch Ali Tranghanda berpendapat sekitar 60 persen pengembang diperkirakan harus melakukan perpanjangan restrukturisasi kredit. Hal ini diperlukan agar pengembang dapat bertahan di tengah pandemi yang belum usai terutama untuk pengembang kecil dan menengah. 
 
"Saat ini beberapa pengembang yang masih restrukturisasi kemungkinan tidak akan bertahan apabila tidak diperpanjang," ujarnya. 
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper