Bisnis.com, JAKARTA - Dari laporan World Economic Outlook (WEO), Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 3,9 persen. Angka ini turun dari 4,3 persen dalam laporan IMF pada April 2021.
“Penurunan proyeksi pertumbuhan ini seiring dengan gelombang infeksi Covid-19 yang meningkat sehingga ada pembatasan aktivitas,” tulis IMF dalam laporan WEO, Rabu (28/7/2021).
Meski memangkas proyeksi tahun ini, IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan sebesar 5,9 persen (year-on-year/yoy), atau lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya yang sebesar 5,8 persen yoy.
Sementara itu, IMF mengatakan negara-negara yang tertinggal dalam pelaksanaan vaksinasi seperti India dan Indonesia akan menjadi negara yang paling menderita di antara G20. Sementara itu, Inggris dan Kanada diyakini akan mendapatkan efek ringan dari dampak penyebaran virus Covid-19 varian baru.
"Asumsi utamanya adalah varian baru ini 50 persen lebih menular daripada varian alpha, bahwa kemanjuran vaksin tetap sama terhadap virus baru ini dan bahwa vaksin akan digunakan seperti yang diharapkan di baseline, tetapi keraguan vaksin itu pada akhirnya akan membatasi jumlah orang yang divaksinasi," ungkap IMF.
Selanjutnya, IMF melihat peningkatan infeksi menyebabkan mobilitas yang lebih rendah bahkan di banyak negara maju dan bahwa hubungan antara mobilitas dan aktivitas sama seperti yang diamati selama kuartal terakhir tahun 2020 dan kuartal pertama tahun 2021.
Baca Juga
Turunnya aktivitas atau mobilitas masyarakat yang berlarut-larut berisiko menimbulkan kerusakan terus-menerus pada kapasitas pasokan ekonomi.
Menurut IMF, pertumbuhan global pada tahun 2021 dan 2022 lebih dari 0,8 poin persentase lebih lemah dari pada baseline. Pertumbuhan PDB di pasar negara berkembang dan ekonomi berkembang kira-kira 1 poin persentase di bawah baseline pada tahun 2021 dan 2022.
Sementara itu, keragu-raguan vaksin dan global spillovers merugikan ekonomi maju sekitar tiga per empat poin persentase pertumbuhan PDB pada tahun 2021 dan 2022.
Pada tahun 2025, IMF memperkirakan output global masih kira-kira persen di bawah baseline, tetapi kerugian kumulatif pada tahun 2025 sangat mirip dengan apa yang ada di skenario pertama, hanya di bawah US$4,5 triliun.
Namun, distribusi kerugiannya berbeda dimana ekonomi maju menyumbang bagian yang lebih besar, dengan kerugian kumulatif lebih dari US$2,5 triliun.