Bisnis.com, JAKARTA—SKK Migas bersama sejumlah kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) akan menonaktifkan tujuh platform atau anjungan yang sudah tidak digunakan sebagai upaya pemulihan lingkungan setelah berakhirnya operasi tambang.
Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Susana Kurniasih mengatakan bahwa pelaksanaan penonaktifan ketujuh anjungan itu dilakukan melalui kegiatan pembongkaran peralatan-peralatan yang sudah tidak digunakan, baik di darat maupun di perairan.
“SKK Migas menyiapkan roadmap decommissioning yang akan selesai dalam waktu 7 tahun. Untuk sementara, yang siap dibongkar sebanyak tujuh unit pada tahun ini,” katanya, Selasa (27/7/2021).
SKK Migas mencatat ada 634 anjungan di seluruh Indonesia yang terdiri dari 527 unit masih aktif, 100 unit tidak beroperasi, dan tujuh unit telah dinonaktifkan beberapa waktu lalu untuk keperluan kegiatan usaha hulu yang lain.
Susana menyampaikan, saat ini pihaknya sedang mengevaluasi kembali 100 anjungan yang sudah tidak digunakan untuk mendukung kegiatan operasi hulu migas. Aktivitas pembongkaran anjungan pun akan dilakukan secara bertahap.
Menurutnya, SKK Migas akan bekerja sama dengan lembaga pemerintah lainnya untuk melakukan penonaktifan anjungan melalui pemanfaatan bantuan keuangan dan teknologi dari negara lain.
“Kami mendapat penawaran dari Korea Selatan untuk melakukan decommissioning platform Attaka I, Attaka UA, dan Attaka EB. Bantuan itu diberikan dalam rangka melakukan proyek percontohan pembongkaran platform yang sudah tidak digunakan melalui kerja sama antar negara,” ujarnya.
Dia menuturkan, dari tiga anjungan yang dikaji kemungkinan hanya ada dua unit yang akan terealisasi. Kegiatan percontohan itu diharapkan dapat menghasilkan pola pelaksanaan pembongkaran untuk anjungan yang lain.
Saat ini, SKK Migas sedang mengkaji beberapa opsi pemanfaatan anjungan usai pembongkaran dilakukan, seperti pemanfaatan kembali untuk mendukung kegiatan usaha hulu migas, pembongkaran untuk dibawa ke tempat penyimpanan sementara, serta dijual kepada pihak ketiga.
Kemudian, ada pula opsi pemanfaatan untuk kepentingan selain kegiatan usaha hulu migas seperti terumbu karang buatan, tempat tambatan kapal-kapal nelayan, tempat peralatan pemantauan cuaca, hingga pemantauan pengamanan pengawasan batas negara di daerah terluar.
“SKK Migas tidak cukup melakukan kajian teknis saja, karena ada izin yang harus dipenuhi. Selain itu, barang yang akan dibongkar itu aset negara, sehingga pelaksanaan kegiatan dilakukan bersama beberapa instansi, seperti Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, Kementerian Perhubungan, dan Kementerian Lingkungan Hidup,” ucapnya.
Beberapa lembaga pemerintah memang telah melayangkan atensi untuk memanfaatkan sebagian anjungan, seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan yang ingin mengalihfungsikan anjungan itu menjadi tempat tumbuh terumbu karang.
Sementara itu, beberapa perusahaan dalam negeri juga telah menyampaikan kesediaan mereka untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan pembongkaran anjungan tersebut.
SKK Migas sendiri menyatakan terbuka bagi semua pihak yang melihat potensi ekonomi dari kegiatan penonaktifan anjungan, namun pelaksanaannya harus tetap memperhatikan sisi teknis dan keselamatan lingkungan.