Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kenaikan Cukai Picu Maraknya Rokok Ilegal, Indef: Jangan Sampai RI Seperti Malaysia

Malaysia mengalami pertumbuhan peredaran rokok ilegalnya telah mencapai dua digit lantaran adanya pelarangan konsumsi rokok dari pemerintahnya.
Pekerja menunjukkan rokok jenis Sigaret Kretek Tangan (SKT) di Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT), Megawon, Kudus, Jawa Tengah, Jumat (11/12/2020). Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menetapkan kebijakan tarif cukai hasil tembakau atau cukai rokok tahun 2021 naik rata-rata 12,5 persen. ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho
Pekerja menunjukkan rokok jenis Sigaret Kretek Tangan (SKT) di Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT), Megawon, Kudus, Jawa Tengah, Jumat (11/12/2020). Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menetapkan kebijakan tarif cukai hasil tembakau atau cukai rokok tahun 2021 naik rata-rata 12,5 persen. ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho

Bisnis.com, JAKARTA – Cukai hasil tembakau (CHT) telah naik secara cukup signifikan dalam dua tahun terakhr, yakni 23 persen pada 2020 dan 12,5 persen tahun ini.

Kondisi ini memicu risiko rokok ilegal semakin besar sehingga perlu aturan yang jelas dari pemerintah.

Kepala Center of Industry, Trade, and Investment Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio mengatakan bahwa alasannya, rokok menempati posisi terbesar kedua dari konsumsi masyarakat Indonesia, setelah makanan. Kenaikan tarif CHT tidak akan serta-merta menyelesaikan isu yang ada.

“Jangan sampai kita nanti menjadi seperti Malaysia yang pertumbuhan peredaran rokok ilegalnya telah mencapai dua digit lantaran adanya pelarangan konsumsi rokok dari pemerintahnya,” katanya melalui keterangan pers, Kamis (22/7/2021).

Andry menjelaskan bahwa berlangsungnya gelombang kedua Covid-19 dan pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat nyatanya telah memunculkan berbagai spekulasi soal daya tahan ekonomi negara dan penghidupan masyarakat.

Bagi pelaku industri hasil tembakau (IHT), terdapat tiga tantangan besar yang kini mereka hadapi. Semuanya yaitu menurunnya ekonomi masyarakat sebab pandemi, kekhawatiran kembali naiknya tarif CHT, dan kemungkinan penyederhanaan struktur tarif cukai (simplifikasi).

Keresahan ini bukan tanpa alasan. Mengingat sejak dua tahun terakhir pemerintah telah melakukan kenaikan tarif CHT secara besar.

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Profesor Candra Fajri Ananda menjelaskan bahwa pengenaan kebijakan harga terhadap IHT untuk alasan perlindungan kesehatan menjadi strategi yang kurang tepat sasaran selama ini.

Apabila pemerintah memang ingin menyelesaikan masalah kesehatan, yang perlu dicari adalah solusi untuk mengendalikan efek produk tembakau, bukan membunuh industrinya melalui kenaikan tarif ataupun simplifikasi yang eksesif.

Kebijakan penetapan CHT yang adil diperlukan agar pasar rokok legal tidak terbebani dan bisa memenuhi permintaan secara legal pula. Salah satu jalan tengah yang adil bagi produsen rokok dan pemerintah saat ini adalah dengan menyusun peta jalan (roadmap) industri.

“Melalui peta jalan yang multiobjectives, kita berharap hal tersebut dapat membantu IHT untuk dapat menyesuaikan kebijakan industrinya dan tidak menjadi kaget ketika pemerintah menerapkan kebijakan IHT tertentu,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper