Bisnis.com, JAKARTA—Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyatakan bahwa perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dapat memberikan dampak negatif bagi sektor manufaktur nasional.
Purchasing Manager's Index (PMI) Indonesia sepanjang 2021 belum pernah kembali turun ke bawah level 50,0. PMI Indonesia per Juni 2021 tercatat turun ke level 53,5 dari posisi tertinggi sejak PMI Indonesia diambil pada 2011 di kisaran 55,3.
“Otomatis kalau industrinya tertekan, akan terkoreksi PMI-nya, akan tertahan, atau mungkin akan turun. Jadi ini tergantung dari efektivitas industri kita seperti apa,” kata Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani dalam konferensi pers Wacana Pengenaan Pelarangan Beroperasi Bagi Sektor Industri Manufaktur selama penerapan PPKM Mikro Darurat, Rabu (21/7/2021).
Oleh karena itu, Hariyadi berharap, penerapan PPKM Mikro Darurat yang kini diperpanjang hingga 25 Juli 2021 tidak kembali diperpanjang. Pasalnya, ada potensi berulangnya pemutusan hubungan kerja (PHK) massal seperti yang terjadi pada tahun lalu.
Maka dari itu, Hariyadi menyatakan, pihaknya mengajukan enam usulan kepada pemerintah terkait pengoperasian sektor manufaktur selama PPKM Mikro Darurat yang diyakini mampu menjaga pertumbuhan ekonomi nasional.
Pertama, meningkatkan kapasitas industri sektor kritikal, esensial dan berorientasi ekspor serta industri penunjangnya menjadi 100 persen karyawan operasional dan 25 persen karyawan penunjang operasional jika telah melakukan vaksinasi dua kali untuk seluruh tenaga kerja.
Hariyadi berpendapat, hal tersebut penting untuk menjaga komitmen delivery dengan buyer mancanegara dan menjaga pasokan bahan baku.
Selain itu, lanjutnya, peningkatan kapasitas tersebut dapat menjaga pendapatan karyawan di industri padat karya. Hariyadi pun menilai, sektor industri tersebut telah memiliki kepatuhan protokol kesehatan yang tinggi.
Walakin, Hariyadi mengatakan bahwa jika ada konfirmasi kasus positif, pabrikan tidak langsung ditutup, tetapi mengurangi kapasitas karyawan operasional menjadi 50 persen dan karyawan penunjang operasional menjadi 10 persen.
Kedua, mengizinkan industri sektor nonesensial dan industri penunjangnya untuk beroperasi dengan kapasitas maksimal karyawan operasional sebanyak 50 persen dan karyawan penunjang operasional 10 persen.
Ketiga, mendesain kebijakan fiskal secara konsolidasi untuk meningkatkan daya beli masyarakat, dan bisa dieksekusi secara cepat.
Keempat, mendorong harmonisasi kebijakan kesehatan, ekonomi, dan sosial secara terpadu. Dalam pelaksanaanya, Hariyadi berujar, perlu adanya komunikasi satu pintu agar dapat menciptakan kepastian dan ketenangan di masyarakat.
Kelima, perlu adanya desain stimulus produktif bagi dunia usaha selain kesehatan dan bantuan sosial. Setidaknya ada tiga stimulus yang diinginkan dunia usaha, yakni penyeragaman terkait aturan restrukturisasi, subsidi upah melalui BPJS Ketenagakerjaan, dan keringanan tarif listrik.
Terakhir, mempercepat pelaksanaan vaksinasi di daerah-daerah perindustrian dan perdagangan. Hariyadi mengatakan, pihaknya telah bekerjasama dengan aparat berwajib untuk mempercepat upaya vaksinasi tersebut.
“Vaksinatornya kami biayai secara gotong royong. Jadi, kami juga bekerja cepat,” ucapnya.