Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sektor Ketenagalistrikan Bisa Capai Emisi Nol Karbon Lebih Cepat

Sektor ketenagalistrikan bisa mencapai emisi nol karbon lebih cepat dalam upaya dekarbonisasi sistem energi Indonesia.
Asap membubung dari cerobong-cerobong asap sebuah pabrik pemanas di Jilin, China/Reuters
Asap membubung dari cerobong-cerobong asap sebuah pabrik pemanas di Jilin, China/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA - Institute for Essential Services Reform (IESR) mengkaji bahwa sektor ketenagalistrikan bisa mencapai emisi nol karbon lebih cepat dibandingkan sektor transportasi dan industri, yakni pada 2045.

Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa mengatakan dibandingkan dengan sektor transportasi dan industri, sektor ketenagalistrikan merupakan low hanging fruit dalam upaya dekarbonisasi sistem energi Indonesia. Untuk itu, ada empat hal yang perlu dilakukan dalam 1 dekade mendatang.

"Yang harus dilakukan antara lain, akselerasi energi terbarukan hingga 140 GW di 2030 yang harus dibangun, menghentikan pembangunan PLTU baru sebelum 2025, mempercepat penghentian PLTU. Bukan pensiun PLTU dini, tapi pembangkit yang memang sudah harus pensiun, dipensiunkan saja," kata Fabby dalam diskusi daring, Kamis (15/7/2021).

Dia menuturkan, setelah 2027, pengoperasian PLTU subcritical diperkirakan akan memakan biaya lebih mahal dibandingkan dengan mengoperasikan kombinasi pembangkit EBT dengan baterai storage.

Selain itu, perlu juga dilakukan modernisasi jaringan untuk mendukung pengembangan energi baru terbarukan (EBT). IESR merekomendasikan kepada pemerintah untuk meningkatkan kapasitas jaringan listrik Indonesia untuk mendukung sistem interkoneksi jaringan listrik antar pulau dan mengoptimalkan sumber daya energi terbarukan yang tersebar di berbagai pulau.

Interkoneksi Jawa-Sumatera menjadi penting untuk memasok listrik ke Jawa hingga 50 persen di 2050. Selain itu, interkoneksi antara Jawa Timur dan Bali perlu diperluas ke Nusa Tenggara untuk memenuhi kebutuhan listrik pulau-pulau kecil lainnya. Hasil pemodelan IESR bahkan menunjukkan bahwa pada 2050, kapasitas transmisi sebesar 158 GW perlu dibangun untuk menghubungkan Indonesia dari barat ke timur.

“Pemerintah perlu membuat keputusan hari ini, karena akan mempengaruhi kecepatan kita bertransisi dan besarnya ongkos yang akan kita keluarkan. Jika akan terus mengembangkan PLTU batu bara padahal sudah banyak penelitian yang mengungkapkan hal tersebut akan menjadi stranded asset (aset terdampar), maka akan menjadi beban ekonomi bagi Indonesia. Padahal dekarbonisasi mendalam sistem energi untuk capai nol emisi justru menguntungkan bagi Indonesia,” imbuh Koordinator Riset IESR Pamela Simamora sekaligus penulis utama laporan 'Deep decarbonization of Indonesia’s energy system: A pathway to zero emissions by 2050'.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper