Bisnis.com, JAKARTA - Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menyatakan bahwa diperlukannya aksi kolektif dalam ketahanan pangan global dan meraih momentum politik untuk mencapai tujuan Zero Hunger pada 2030. Hal tersebut disampaikannya dalam G20 Foreign and Development Joint Ministerial Meeting and the G20 Development Ministerial Meeting di Matera, Italia, Selasa (29/6/2021).
Sebagai perwakilan Indonesia di G20, Suharso menekankan pentingnya komitmen dan fokus untuk mendukung pihak yang paling terkena dampak kerawanan pangan dengan memberdayakan aktor-aktor kunci transformatif. Dia juga menggarisbawahi peran masyarakat internasional untuk secara eksponensial meningkatkan upaya untuk mengakhiri kelaparan, dan menunjuk G20 sebagai katalis untuk kemajuan.
“Masyarakat miskin dan rentan harus tetap menjadi fokus kami. Kelaparan dan kekurangan gizi mempengaruhi mereka yang paling miskin. Kita juga harus memperkuat mata pencaharian petani kecil dan nelayan yang sangat penting untuk pasokan pangan yang berkelanjutan,” ungkap Suharso pada G20 Foreign and Development Joint Ministerial Meeting and the G20 Development Ministerial Meeting, seperti yang dikutip dalam siaran pers, Rabu (30/6/2021).
Pertemuan tersebut lalu menghasilkan Matera Ministerial Declaration yang disepakati oleh para Menteri untuk semakin menguatkan komitmen G20 untuk berkolaborasi dengan negara-negara berkembang dalam rangka menciptakan sistem pangan yang berkelanjutan.
Sejalan dengan hal tersebut, dalam G20 Development Ministerial Meeting kali itu, para Menteri menyampaikan pesan politik dalam sebuah pernyataan resmi atau Communique unutk mempercepat pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/ Sustainable Development Goals (TPB/SDGs) di negara berkembang melalui pembiayaan, implementasi kearifan lokal, dan pengembangan wilayah.
“Menggandakan upaya kita pun sebetulnya tidak cukup karena harus ditingkatkan secara eksponensial. G20 harus berfungsi sebagai katalis untuk kemajuan dan memimpin dengan langkah-langkah yang cepat dan efektif,” ujar Suharso.
Adapun, sebagai Co-chair of Financing for Sustainable Development Thematic Group, Indonesia memiliki hak istimewa untuk berbagi langkah intervensi utama dalam isu-isu pembangunan berkelanjutan. Langkah-langkah yang akan dibagikan berdasarkan pengalaman nasional sebagai negara percontohan implementasi Integrated National Financing Frameworks (INFF) dan pengembangan obligasi TPB/SDGs.
“Indonesia yakin bahwa INFF menawarkan kontribusi untuk mencapai pemulihan berkelanjutan dari krisis ini. G20 telah menetapkan jalan yang benar bagi negara-negara berkembang lainnya untuk mengikuti jejak dalam menerbitkan obligasi TPB/SDGs atau investasi berkelanjutan lainnya di masa depan,” jelas Suharso.
Tahun ini, Indonesia akan semakin fokus untuk mengarusutamakan TPB/SDGs dengan kearifan lokal. Terlebih, pandemi yang belum berakhir mengharuskan G20 bekerja di tengah pemulihan dari pandemi untuk tercapainya masa depan yang lebih baik dan tangguh.
“Di Indonesia, melaksanakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), juga berarti mendorong pembangunan berkelanjutan sekaligus melaksanakan TPB/SDGs karena TPB/SDGs sudah diarusutamakan ke dalam RPJMN 2020-2024,” tutur Suharso.
Sebelum menghadiri G20 Foreign and Development Joint Ministerial Meeting and the G20 Development Ministerial Meeting, Ketua Umum PPP tersebut turut mengikuti serangkaian pertemuan bilateral dengan EU Commissioner for International Partnership Jutta Urpilainen, dan Minister of Economy and Planning of the Kingdom of Saudi Arabia Faisal Al-Ibrahim.
Pertemuan tersebut bertujuan untuk memupuk kerja sama bilateral yang sudah lama terjalin dalam pembangunan serta membahas persiapan Indonesia menjadi Presiden G20 pada 2022 mendatang.