Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Benahi Mutu Terminal Bus, Instran: Perlu Badan Pengelola Khusus

Perbaikan manajemen angkutan jalan paling ideal memang harus berangkat dari perbaikan mutu terminalnya sebagai ruang transit antar moda dan intermoda.
Petugas mendata pemudik sebelum mengikuti tes cepat antigen setibanya di Terminal Bus Kalideres, Jakarta, Senin (17/5/2021)./Antararnrn
Petugas mendata pemudik sebelum mengikuti tes cepat antigen setibanya di Terminal Bus Kalideres, Jakarta, Senin (17/5/2021)./Antararnrn

Bisnis.com, JAKARTA – Pengembangan manajemen angkutan jalan harus berani mengubah diri melalui basis pengelolaan terminal yang multifungsi dengan adanya Badan Pengelola (BP).

Direktur Eksekutif Instran Deddy Herlambang mengatakan terminal bus memiliki fungsi beragam. Dia mencontohkan pengembangan bisa menjadi satu titik orientasi transit (simpul utama) untuk belanja, bekerja, hunian, belajar, wisata dan fungsi lainnya.

Dengan demikian, kata dia, terminal bus dapat berfungsi menjadi transit joint development (TJD) dan transit oriented development (TOD).

Deddy juga menyoroti terminal bus di Indonesia yang memiliki lahan terlalu luas. Bahkan, untuk terminal tipe A memerlukan ruang minimal 3,5 hektar. Dia pun membandingkan dengan terminal bus di luar negeri yang lebih mapan hanya untuk antar dan jemput penumpang.

“Jadi di luar negeri tidak ada ruang pengendapan bus, fasilitas bengkel, penginapan awak bus, semuanya itu dilakukan di pool masing-masing PO Bus. Kita bandingkan dengan terminal bus di TOD Shinjuku, Jepang hanya menempel pada stasiun kereta api, tapi permintaan perjalannya sangat tinggi karena memang terintegrasi dengan moda kereta api,” ujarnya melalui keterangan resmi, Senin (28/6/2021).

Menurutnya, perbaikan manajemen angkutan jalan paling ideal memang harus berangkat dari perbaikan mutu terminalnya sebagai ruang transit antar moda dan intermoda. Apabila merujuk kepada PM No.132/2015 tentang Penyelenggaraan Terminal Angkutan Jalan, Pasal 34 menyebutkan bahwa pengoperasian terminal dilaksanakan oleh pemerintah.

Jika dirinci, Terminal Tipe A dioperasikan pemerintah pusat yakni Kementerian Perhubungan, Terminal Tipe B dioperasikan oleh pemerintah provinsi, dan Terminal Tipe C dioperasikan oleh pemerintah kota/kabupaten.

Dengan kondisi tersebut, dia menyimpulkan manajemen terminal angkutan jalan masih konservatif karena dikelola oleh regulator sendiri yakni pemerintah. Sebagai regulator, dia menjelaskan pemerintah tidak dapat mengelola terminal sendiri karena fungsinya membuat aturan, kontrol dan pengawasan. Artinya tidak mungkin membuat aturan/regulasi sendiri lalu diawasi sendiri.

Dia berpendapat operator terminal akan lebih profesional apabila dikelola oleh korporasi seperti badan pengelola (BP) independen, seperti halnya BUMD/BUMN atau swasta.

“Contohnya pada moda lain seperti moda pelayaran pelabuhan laut dikelola oleh PT Pelindo, moda penerbangan bandaranya dikelola oleh PT Angkasa Pura dan moda perkeretaapian stasiun dikelola oleh PT KAI/KCI, PT MRTJ, PT LRTJ dan PT KCIC,” imbuhnya.

Preseden positif lainnya, sambung dia, adalah KAI sebagai perusahaan negara. KAI telah mengalami transformasinya yang dimulai pada 2005 dengan fungsi regulator dan operator yang terpisah. Alhasil, terbentuklah Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) dari Kemenhub sebagai regulator sedangkan KAI sebagai operator sarana dan prasarana kereta api di bawah Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

“Memang saat ini terminal angkutan jalan belum mempunyai badan sendiri yang independen untuk mengelola terminal. Bila secara quick win diperlukan badan khusus yang mengelola terminal bus. yang paling realistis dan cepat adalah dibentuknya Badan Pengelola, lalu bisa juga berganti Badan Layanan Umum yang bekerja dapat berstatus PNS atau non PNS, setelah 5 tahun dapat mengajukan menjadi Perum atau PT [Perseroan],” imbuhnya.

Hal tersebut untuk mengubah wajah terminal dan angkutan bus yang masih tertinggal apabila dibandingkan dengan moda transportasi lainnya seperti moda transportasi udara dan moda perkeretaapian. Tetapi, moda darat (angkutan jalan) memang tidak dapat dibandingkan dengan moda laut karena moda laut adalah pelayanan transportasi antar pulau.

Selain itu, letak lokasi terminal bus dan bandar udara sama-sama terletak di pinggir kota yang jauh dari pusat kota, tetapi pesawat terbang jauh lebih cepat mengantarkan penumpang sampai ke tujuan dibandingkan moda angkutan umum bus walau menggunakan akses jalan tol.

Apabila mengharapkan moda angkutan bus tetap dilirik oleh masyarakat, kata dia, memang sebaiknya pilihan lokasi terminal bus berada di pusat kota atau pusat keramaian masyarakat.

Hal ini, ke depannya melibatkan desain perencanaan kota dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan lebih detail dibahas dalam Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper