Bisnis.com, JAKARTA — Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) mengharapkan pemerintah melakukan persiapan terlebih dahulu yakni dengan sikronisasi kebijakan sebelum melakukan pungutan pajak karbon.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan secara industri ke depan, pelaku usaha juga sudah menyadari pentingnya mengurangi emisi karbon. Hal itu sesuai dengan tuntutan pembeli yang arahnya pada energi terbarukan.
Menurut Redma, secara kesiapan untuk produsen yang memiliki produk berorientasi ekspor khususnya ke Jepang dan Eropa saat ini sudah cukup baik.
"Kami juga menyadari ada komitmen Eropa di mana 2050 jika tidak dipatuhi produk kami tidak bisa ke sana. Namun, yang jadi masalah ini masih sinkronisasi antar kebijakan pemerintahnya sendiri," katanya kepada Bisnis, Senin (28/6/2021).
Redma mencontohkan salah satunya dari hal yang paling dasar yakni ketentuan limbah, di mana fly ash bottom ash (Faba) industri dikategorikan sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun atau B3. Pasalnya, di negara lain Faba tidak termasuk B3.
Alhasil, secara perhitungan, komposisi produksi limbah Indonesia masih sangat tinggi hingga saat ini. Oleh karena itu, dia menilai sebaiknya pemerintah menyelaraskan dahulu kebijakan antar kementeriannya.
Baca Juga
"Jadi jangan hanya pajaknya sendiri, lingkungan hidup sendiri, sedangkan ada komponen di sini yang di negara lain tidak terhitung limbah. Jatuhnya industri yang selalu dibilang tidak berdaya saing," ujarnya.