Bisnis.com, JAKARTA - PT Waskita Karya (Persero) Tbk. (WSKT) menyebutkan rencana pemerintah utuk memungut pajak karbon sudah sesuai dengan komitmen perseroan dalam mengendalikan emisi CO2 ke udara.
SVP Corporate Secretary Waskita Karya Ratna Ningrum mengatakan perseroan saat ini masih menunggu penerbitan aturan implementasi pajak karbon. Belum lama ini baru beredar angka pajak karbon yang akan diterapkan pemerintah Rp75 per kilogram.
"Ke depan, Waskita senantiasa mencari bahan baku atau material alternatif [yang] ramah lingkungan dan efisien," katanya kepada Bisnis, Minggu (27/6/2021).
Terpisah, Ketua Asosiasi Jalan Tol Indonesia (ATI) Krist Ade Sudiyono mengatakan masih mendalami wacana pajak karbon tersebut. Menurutnya, implementasi teknis pajak anyar tersebut masih simpang siur termasuk kemungkinan menggunakan perdagangan karbon atau carbon trading.
Seperti diketahui, caron trading adalah kegiatan perdagangan karbon pada pasar global yang tercipta dari implementasi pajak karbon. Secara singkat, sebuah perusahaan dapat memperdagangkan kuota karbonnya ke pasar jika dikira kuota karbon yang diterima tidak akan terpenuhi.
"Mungkin harus diklarifikasi dengan ahlinya. Setahu saya dulu ada konsep carbon trading segala. Saya belum ter-update terkait rencana kebijakan ini," ujar Krist kepada Bisnis.
Baca Juga
Dikutip dari draf RUU KUP yang diterima Bisnis, subjek pajak karbon adalah orang pribadi atau badan yang membeli barang yang mengandung karbon dan/atau melakukan aktivitas yang menghasilkan emisi karbon.
Pajak karbon terutang atas pembelian barang yang mengandung karbon atau aktivitas yang menghasilkan emisi karbon dalam jumlah tertentu pada periode tertentu.
Berdasarkan perkiraan International Monetary Fund (IMF), jika Indonesia menerapkan pajak karbon sebesar US$75 per tCO2 secara menyeluruh, maka harga energi rata-rata akan meningkat cukup besar.
Peningkatan harga tersebut akan terjadi pada batu bara, gas alam, listrik, dan bensin, yang masing-masing akan meningkat sebesar 239 persen, 36 persen, 63 persen, dan 32 persen.