Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia memiliki peluang ekspor produk fesyen muslim yang belum dimanfaatkan secara optimal. Kontribusi ekspor produk fesyen muslim Indonesia masih rendah dibandingkan total ekspor garmen atau pakaian jadi.
Direktur Pengembangan Pasar dan Informasi Ekspor Kementerian Perdagangan Hari Widodo mengatakan total ekspor produk pakaian muslim Indonesia hanya mencapai 4 persen dari total ekspor garmen yang mencapai US$2,98 miliar sepanjang Januari sampai Mei 2021. Nilai tersebut dihitung dari nilai ekspor pakaian ke negara-negara berpenduduk mayoritas muslim yang tergabung dalam Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).
“Di Kemendag belum ada catatan khusus untuk ekspor fesyen muslim, tetapi bisa dilihat dari ekspor ke negara-negara OKI dan diasumsikan mayoritas yang dikirim adalah pakaian muslim,” kata Hari dalam webinar bertema Peluang Ekspor Fashion Muslim, Sabtu (26/6/2021).
Total perdagangan pakaian jadi di antara negara-negara anggota OKI pada 2020 tercatat mencapai US$7,6 miliar. Nilai perdagangan ini terdiri atas ekspor sebesar US$3,9 miliar dan impor sebesar US$3,7 miliar.
Hari mengatakan nilai ekspor dan impor yang hampir seimbang menunjukkan bahwa pasokan pakaian muslim mayoritas berasal dari sesama anggota OKI. Hal ini sekaligus menjadi penanda bahwa persaingan untuk merebut pasar pakaian muslim cukup ketat.
“Di antara negara OKI, Turki dan Bangladesh menguasai sekitar 68 persen dari total ekspor ke sesama negara anggota. Sementara Indonesia hanya memiliki pangsa sekitar 6 persen atau setara US$220 juta pada 2020,” paparnya.
Baca Juga
Hari menjelaskan peluang ekspor yang belum dimanfaatkan Indonesia cukup besar untuk produk garmen. Di tingkat global, peluang ekspor yang belum dimanfaatkan mencapai US$4,2 miliar atau sekitar 40 persen dari total potensi ekspor garmen dunia. Sementara khusus di pasar negara-negara OKI, nilai ekspor yang belum dimanfaatkan mencapai US$564 juta.
“Indonesia baru memanfaatkan 30 persen dari peluang ekspor, sementara 70 persen lainnya belum dimanfaatkan,” kata Hari.