Bisnis.com, JAKARTA - Guru Besar Fakultas Teknik UGM Sigit Priyanto menilai penerapan kebijakan pemberantasan truk over dimension over loading (ODOL) demi menyongsong Indonesia Zero ODOL 2023 bak dua sisi mata uang.
Menurutnya, upaya penerapan kebijakan tersebut dapat menaikkan harga barang. Namun di sisi lain penerapan Zero ODOL dapat menghemat anggaran pemerintah untuk perbaikan jalan.
"Jadi ini memang dua sisi mata uang yang harus diseimbangkan," katanya, Kamis (10/6/2021).
Dia menyebut keberadaan truk ODOL merupakan salah satu contoh inefisiensi pada aktivitas jasa transportasi darat. Dimana dalam setiap 1 persen penurunan efisiensi tersebut, menyebabkan penurunan produk domestik bruto (PDB) sebesar 0,057 persen.
Contoh inefisiensi yang dimaksud, lanjutnya, adalah adalah kenaikan transport cost, kenaikan biaya tranportasi yang ujung-ujungnya tentu akan menaikkan biaya atau harga barang.
"Kalau kita dipaksa langsung semua harus jadi Zero ODOL, memang tidak murah untuk merubah truk-truk ini menjadi ukurannya tidak Zero ODOL. Itu butuh duit yang banyak, padahal situasi kita seperti ini. Semua tahu bahwa di situasi pandemi tidak ada yang mendapat uang lebih, adanya adalah uang yang turun, pendapatannya turun," jelasnya.
Baca Juga
Lebih lanjut dia menjelaskan, kebijakan Zero ODOL memaksa pengusaha memperbaiki atau mengganti truknya sehingga berdampak pula terhadap kenaikan harga barang.
Pasalnya, sambung dia, pengusaha yang biasanya menggunakan satu truk untuk membawa barang, sekarang harus menggunakan dua kendaraan. Sebab, hasil kajian menunjukkan dibutuhkan antara 1,5 sampai 2 truk untuk mengganti satu truk ODOL.
"Ini kan biayanya juga bisa membengkak. Nah itulah maka kita berusaha bagaimana caranya supaya win-win solution [pengusaha dan pemerintah]. Aspek Zero ODOL itu sangat penting dan ini memang harus ditelaah supaya nanti ditepati bersama-sama dengan senang hati dengan tidak ada yang merasa terpaksa," imbuhnya.