Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menkeu Waspadai Inflasi AS, Bakal Pengaruhi Kebijakan Moneter 2022

Menurut Sri Mulyani, inflasi di Amerika Serikat sudah tembus di 4 persen akan menjadi penentu bagaimana stand monetary policy tahun ini dan tahun depan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan sambutan acara virtual saat acara Bisnis Indonesia Award di Jakarta, Senin (14/12/2020). Bisnis/Abdurachman
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan sambutan acara virtual saat acara Bisnis Indonesia Award di Jakarta, Senin (14/12/2020). Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa masih ada beberapa risiko yang dihadapi Indonesia di tengah tren pemulihan ekonomi. Ini akan berpengaruh pada kebijakan moneter di tahun depan.

“Inflasi di Amerika Serikat sudah tembus di 4 persen akan menjadi penentu bagaimana stand monetary policy tahun ini dan tahun depan. Karena kita bicara hari ini, kita bicara apa yang mungkin terjadi pada 2022 seiring dengan tren yang sedang terus perlajari,” katanya saat rapat kerja dengan Dewan Perwakilan Rakyat, Rabu (2/6/2021).

Sri Mulyani menjelaskan bahwa risiko lain yang masih harus diwaspadai adalah pertumbuhan ekonomi di kuartal I/2021 masih negatif. Ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi sebagian besar dunia.

Lalu, masih adanya gelombang baru. Meski kasus di India mulai menurun, saat ini penyebarannya ke pedesaan.

Episentrum pandemi pun bergeser. Saat ini masuk ke pasar yang sedang berkembang (emerging market) dan negara berkembang.

“Proteksionisme meningkat seiring dengan kenaikan pemulihan ekonomi dan inward looking yang selama ini dalam situasi Covid-19 semua negara fokus pada sisi domestik baik ekonomi, sosial, maupun politik,” jelasnya.

Sebelumnya, Sri Mulyani menuturkan bahwa pemerintah memproyeksi pendapatan negara pada 2022 akan semakin meningkat ke kisaran 10,18 persen sampai 10,44 persen dari produk domestik bruto (PDB).

Dengan persentase tersebut, maka besaran pendapatan dalam rentan Rp1.823,5 triliun sampai Rp1.895,4 triliun.

Sedangkan belanjanya 14,69 persen (Rp2.631,8 triliun) sampai 15,29 persen (Rp2.775,3 triliun) dari PDB.

Keseimbangan primer akan mulai bergerak menuju positif atau lebih kecil dari APBN 2021 sebesar defisit Rp633,12 triliun, yaitu di kisaran minus 2,31 persen (defisit Rp414,1 triliun) sampai 2,65 persen (defisit Rp480,5 triliun) dari PDB.

Kemudian, defisit APBN akan semakin mengecil ke minus 4,51 persen sampai minus 4,85 persen dari PDB. Rasio utang di kisaran 43,76 persen sampai 44,28 persen dari PDB.

Akselerasi pertumbuhan ekonomi, terang Sri Mulyani, akan menciptakan kesempatan kerja sehingga tingkat pengangguran terbuka dapat ditekan di kisaran 5,5 persen sampai 6,2 persen.

Lalu kemiskinan di rentang 8,5 persen 9,0 persen. Rasio gini antara 0,376 sampai 0,378. Indeks pembangunan manusia akan meningkat di 73,44 sampai 73,48.

Sedangkan nilai tukar petani dan nilai tukar nelayan juga ditingkatkan untuk mencapai kisaran masing-masing 102 sampai 104 dan 102 sampai 105.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper