Bisnis.com, JAKARTA — PT PLN (Persero) mengasumsikan pertumbuhan konsumsi listrik dalam 10 tahun ke depan akan terkoreksi di angka 4,87 persen akibat dampak pandemi Covid-19. Proyeksi ini merupakan skenario moderat dalam draft Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021—2030.
Wakil Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan bahwa angka itu turun dari proyeksi pertumbuhan konsumsi listrik pada RUPTL 2019-2028 yang mencapai 6,42 persen.
Akibat dampak pandemi Covid-19, permintaan konsumsi listrik nasional diproyeksikan mengalami perlambatan pertumbuhan selama 3 tahun.
"Di asumsi RUPTL 2019-2028, size [permintaan listrik] dari sektor kelistrikan di 2025 sebesar 361 TWh. Ternyata size 361 TWh baru akan tercapai di 2028," ujar Darmawan dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Kamis (27/5/2021).
Dengan adanya perlambatan tersebut, Darmawan mengakui perseroan kesulitan untuk mencapai target bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada 2025. Namun, PLN tetap berkomitmen untuk mencapai target bauran EBT 23 persen pada 2025.
Dalam draf RUPTL 2021-2030, PLN menargetkan penambahan kapasitas pembangkit listrik EBT sekitar 16,1 gigawatt (GW) yang terdiri atas PLTA sekitar 9 GW, PLTP 3,5 GW, dan EBT lain 3,7 GW.
Secara keseluruhan penambahan kapasitas pembangkit dalam draf RUPTL tersebut ditargetkan mencapai sekitar 39,9 GW, sehingga kapasitas terpasang pembangkit ditargetkan akan mencapai 99,9 GW di akhir 2030.
Darmawan menambahkan, dalam draf RUPTL 2021-2030 juga telah disepakati bahwa kebutuhan PLTU untuk melayani beban dasar, setelah 2025 akan digantikan dengan pembangkit EBT baseload atau yang bisa beroperasi selama 24 jam. Pembangkit EBT baseload akan disokong dari kombinasi PLTS dengan baterai, PLTA, PLTP, PLTBm, dan lainnya.